Proyek Pembangunan Negara Bernilai Ratusan Milyar, Jangan Sampai Rakyat Merasa Dizalimi

  • Bagikan
Warga Krueng Baru Sedang Berdiskusi Dengan LSM FORMAKI, Jum'at (21/02/2025)

Banda Aceh |SaranNews – Dalam diskusi dengan warga Krueng Baru Gampong Kuta Trieng Kecamatan Labuhan Haji Barat Kabupaten Aceh Selatan, Jum’at (21/02/2025), LSM FORMAKI (Forum Masyarakat Anti Korupsi Indonesia) menerima berbagai unek-unek dan aspirasi warga setempat khususnya pemilik lahan yang terkena proyek pembangunan duplikat jembatan Krung baru yang konon akan dikerjakan pada tahun ini.

“Masyarakat menyampaikan unek-unek dan aspirasi terkait ganti rugi lahan di lokasi proyek pembangunan duplikat jembatan krueng baru ” kata Koordinator FORMAKI Ali Zamzami dalam rilis tertulis yang diterima SaranNews, Sabtu 22 Februari 2025.

Lebih lanjut, sebut Ali Zamzami, dalam diskusi tersebut warga menyampaikan bahwa nilai harga ganti rugi terlalu rendah ditetapkan oleh Konsultan Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) yang disampaikan kepada warga dalam rapat pertemuan dengan agenda “Ekspose Hasil Penilaian Pembebasan Lahan Krung baru” yang dilaksanakan di kantor camat Labuhan Haji Barat, Rabu (19/02/2025).

“Menurut warga, harga ganti rugi tanah terlalu rendah, dan saat pertemuan tersebut sudah disampaikan keberatan” lanjut Ali Zamzami.

Begitupun,warga bersepakat secara bersama-sama untuk memperjuangkan hak mereka untuk mendapatkan nilai harga ganti rugi yang sesuai dan layak.

” Warga telah sepakat memperjuangkan harga ganti rugi tanah yang layak dan mengharap dukungan semua pihak serta pendampingan” lanjut Ali Zamzami.

Ali Zamzami berharap, semua pihak untuk memberikan perhatian terutama pemerintah, mulai tingkat desa sampai ke pemerintah pusat agar dapat memberikan atensi yang serius dalam hal ini, jangan sampai pembangunan proyek malah menzalimi rakyat sendiri.

“Begitu juga bagi kawan-kawan aktivis yang konsen dibidang advokasi untuk dapat memberikan perhatiannya dalam persoalan yang dihadapi masyarakat terkait pembebasan lahan untuk proyek nasional yang bernilai ratusan milyar tersebut” ujar Ali Zamzami.

Menurut amatan FORMAKI, berdasarkan dari laporan masyarakat dan hasil penelusuran yang telah dilakukan, persoalan pembebasan lahan untuk pembangunan jembatan Krung baru tersebut sudah terjadi kejanggalan dari awal prosesnya.

Sebab, banyak hal terkesan ditutupi dan tidak ada musyawarah dalam hal harga, beberapa kali pertemuan yang pernah dilaksanakan itu tidak pernah membahas masalah penetapan harga.

“Tiba-tiba warga diundang untuk menerima hasil penilaian dan penetapan harga, itupun cara penyampaiannya dinilai aneh dan sepertinya ada hal yang ingin disembunyikan untuk tidak boleh dikatahui oleh publik” sebut Ali Zamzami

Ali Zamzami menambahkan,proses pembebasan lahan ini telah menimbulkan persoalan setelah adanya penetapan nilai harga ganti rugi yang tidak memenuhi rasa keadilan bagi masyarakat terkena dampak, masyarakat tidak dilibatkan secara maksimal dalam pengambilan keputusan penetapan harga.

“Kepada pihak Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) I Aceh dalam melibatkan konsultan penilai kiranya memilih KJPP yang benar-benar dapat dipercaya independensi, objektifitas dan profesionaitasnya, penilaian berdasarkan regulasi serta juknis Standar Penilai Indonesia (SPI) yang ada, dan harus mengedepankan azas keadilan dalam menilai dan menetapkan harga ganti rugi atas aset masyarakat, pinta Ali Zamzami.

Untuk diketahui,pengadaan tanah adalah kegiatan menyediakan tanah untuk pembangunan dengan cara memberi ganti kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak, dan ini tentu saja dapat dilakukan jika pihak KJPP tidak mengangkangi aturan dan menggunakan SPI yang benar.

“Kita berharap, ketika pengerjaan proyek dilaksanakan nantinya tidak ada pihak yang memprotes, unjuk rasa dan demo terkait pembebasan lahan dengan alasan nilai ganti rugi harta mereka belum ada kesepakatan dan persetujuan para pemilik” jelas Ali Zamzami.

Ali Zamzami menyebutkan, masyarakat tidak menolak adanya proyek jembatan karena memahami bahwa pembangunan tersebut untuk kepentingan umum.

Namun dengan nilai ganti rugi yang rendah, dana tersebut tidak cukup sebagai kompensasi dari kehilangan harta mereka yang harus dibangun kembali ke depannya.

Belum lagi ditinjau soal kehilangan mata pencarian mereka yang selama ini bisa berjualan didepan rumah pinggir jalan nasional tersebut yang kemudian belum tentu dapat lokasi pengganti yang posisi strategis seperti saat ini.

“Masyarakat berharap agar nilai ganti rugi tanah, bangunan dan tanaman mereka dapat lebih wajar dan seimbang dengan potensi kerugian yang mereka alami” ujar Ali Zamzami.

“Proyek-proyek pembangunan untuk kepentingan umum seharusnya mempertimbangkan kesejahteraan masyarakat terdampak agar tidak mengorbankan hak-hak mereka” sambungnya.

Atas persoalan ini , LSM FORMAKI meminta pemerintahan Aceh memberi atensi,agar pihak terkait dapat meninjau ulang penilaian dan penetapan harga ganti rugi atas aset masyarakat yang terdampak proyek nasional tersebut. Supaya setiap proyek pembangunan masyarakat bisa mendapatkan Ganti Untung, bukannya Ganti tapi Rugi|HS

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *