BANDA ACEH – SARANNEWS | Panggung politik dan hukum nasional kembali memanas setelah Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker), Immanuel Ebenezer, yang baru ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), secara terbuka meminta amnesti dari Presiden Prabowo Subianto. Langkah kontroversial ini sontak memicu reaksi keras dari kalangan aktivis anti-korupsi yang mendesak Presiden untuk menjaga marwah hukum dan menolak segala bentuk intervensi.
Peristiwa ini bermula saat KPK secara resmi menahan Immanuel Ebenezer pada Jumat (22/8/2025) malam, setelah ia terjaring dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT). Pria yang akrab disapa Noel itu ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemerasan terkait proses sertifikasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Kementerian Ketenagakerjaan.
Usai menjalani pemeriksaan dan tampil di hadapan publik dengan mengenakan rompi oranye, Immanuel Ebenezer menyampaikan pernyataan yang mengejutkan. Di hadapan awak media, ia meminta maaf kepada Presiden Prabowo dan secara gamblang menyatakan harapannya untuk mendapatkan pengampunan atau amnesti dari kepala negara.
“Ini adalah upaya untuk menarik kasus dari ranah hukum ke ranah politik,” demikian pernyataan sikap dari Forum Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (FORMAKI) dalam siaran pers yang diterima redaksi SARANNEWS pada Sabtu (23/8/2025).
LSM tersebut mengecam keras permintaan amnesti sebagai tindakan yang mencederai rasa keadilan dan dapat menciptakan preseden buruk bagi pemberantasan korupsi di Indonesia. Ketua Umum FORMAKI, Alizamzam, menyerukan agar Presiden Prabowo berdiri tegak sebagai panglima penegakan hukum.
“Kami mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk berdiri tegak sebagai panglima tertinggi dalam penegakan hukum, bukan sebagai pelindung kolega politik,” ujar Ali dalam rilis tersebut. “Memberi amnesti sama saja dengan membuka gerbang bagi para koruptor lain untuk merampok negara tanpa takut dihukum. Ini adalah penghinaan terhadap konstitusi dan akal sehat.”
Kini, bola panas berada di tangan dua institusi. Di satu sisi, KPK dituntut untuk terus melanjutkan proses penyidikan secara profesional dan independen tanpa terpengaruh manuver politik. Di sisi lain, Istana Kepresidenan menghadapi ujian berat terkait komitmennya pada supremasi hukum.
Publik menantikan sikap tegas dari Presiden Prabowo Subianto, apakah akan mengamini permintaan kolega politiknya atau berdiri kokoh bersama semangat reformasi dan pemberantasan korupsi yang menjadi amanat bangsa. Kasus ini dipastikan akan menjadi sorotan utama dalam beberapa waktu ke depan, menguji integritas sistem hukum dan politik Indonesia. (red/dra)