BANDA ACEH, SaranNews – Ketegangan antara LSM antikorupsi FORMAKI dengan Pemerintah Kota (Pemko) Banda Aceh semakin memuncak. FORMAKI secara resmi menolak proposal pembayaran secara dicicil yang diajukan oleh Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) dan mengeluarkan ultimatum terakhir: sisa kerugian negara sebesar Rp611.869.011,70 wajib lunas seluruhnya paling lambat hari Senin, 25 Agustus 2025.
Jika ultimatum tersebut tidak dipenuhi, FORMAKI menegaskan akan langsung membuat laporan resmi ke Aparat Penegak Hukum (APH) pada hari Selasa, 26 Agustus 2025.
Sikap tegas ini merupakan respons atas surat balasan dari Dinas PUPR tertanggal 19 Agustus 2025. Dalam surat tersebut, PUPR mengakui adanya temuan BPK namun menjelaskan bahwa pengembalian dana dilakukan dengan skema cicilan oleh pihak ketiga, sebuah mekanisme yang ditolak mentah-mentah oleh FORMAKI.
Dalam keterangan pers yang diterima Sarannews.net, Rabu (20/8), Ketua FORMAKI, Ali Zamzam, menyatakan bahwa waktu untuk negosiasi telah habis.
“Kami mengapresiasi dinas yang taat aturan seperti BPKK dan PERKIM yang telah menuntaskan kewajibannya. Tapi kami tidak akan memberikan toleransi sedikit pun bagi yang mencoba mengulur waktu,” ujar Ali Zamzam. “Skema cicilan yang ditawarkan PUPR adalah bentuk pengabaian terhadap hukum. Batas waktu 60 hari dari BPK itu absolut, bukan untuk dinegosiasikan. Surat mereka kami terima bukan sebagai ajakan negosiasi, tapi sebagai bukti pengakuan atas kelalaian mereka.”
Ali Zamzam secara khusus menyoroti bahwa surat penjelasan dari Dinas PUPR justru akan menjadi senjata bagi FORMAKI dalam menempuh langkah hukum.
“Senin, 25 Agustus 2025, adalah hari terakhir. Jika sisa Rp611 juta itu belum lunas seluruhnya, maka pada hari Selasa kami akan resmi mendaftarkan laporan ke Aparat Penegak Hukum. Surat dari PUPR justru akan menjadi bukti tambahan bagi kami untuk memperkuat laporan tersebut,” tegasnya.
Berdasarkan rekapitulasi terbaru, sisa kerugian negara yang belum dikembalikan kini berada di angka Rp611,8 juta. FORMAKI mendesak Wali Kota Banda Aceh untuk melakukan intervensi langsung guna memastikan seluruh jajarannya, terutama Dinas PUPR dan RSUD Meuraxa sebagai penunggak terbesar, mematuhi ultimatum tersebut sebelum kasus ini bergulir ke ranah pidana. (red)