Tambang Ilegal Batu Hijau Masih Subur di Aceh Selatan? Dugaan Sindikasi dan Lemahnya Pengawasan Disorot

  • Bagikan
Gbr Ilustrasi SN

SaranNews | Tapaktuan – Aktivitas tambang mineral ilegal tampaknya masih menjamur di Aceh Selatan. Informasi yang dihimpun redaksi menyebutkan, belakangan ini terdapat aktivitas pengolahan dan perdagangan batu hijau diduga kuat mengandung tembaga dan emas, yang berlangsung secara sembunyi-sembunyi di wilayah Kecamatan Kluet Tengah.

Batu-batu hijau berbentuk bongkahan itu, menurut laporan warga, diolah menggunakan metode tradisional gelendong, hingga menjadi butiran halus atau debu. Setelah itu, material tersebut diangkut menuju luar daerah, diduga ke wilayah Sumatera Utara, melalui jalur darat yang tertutup dari pantauan umum.

Aktivitas ini bukan fenomena baru. Bahkan sejumlah sumber menduga bahwa para pelaku saat ini adalah “pemain lama”, yakni eks pengelola tambang bijih besi yang sempat beroperasi di Aceh Selatan sebelum ditutup. Mereka disebut-sebut kembali beroperasi dengan sistem dan jaringan yang lebih rapi dan terlindungi.

Ilegal tapi Terlindungi?

Publik mempertanyakan sejauh mana efektivitas pengawasan dan penindakan hukum terhadap aktivitas pertambangan tanpa izin yang merusak lingkungan dan berpotensi merugikan negara dari sisi penerimaan pajak dan royalti ini.

Tak hanya soal teknis pertambangan, isu paling mencemaskan adalah dugaan sindikasi yang terlibat dalam usaha ilegal ini. Ada desas-desus yang menyebut keterlibatan pihak-pihak tertentu yang “membekingi” operasi tersebut, sehingga dapat berjalan dengan mulus selama bertahun-tahun tanpa gangguan berarti dari aparat.

Kasus Lama, Pola Lama?

Untuk diketahui, setidaknya ada dua kasus besar yang pernah mencuat ke publik dan ditindak oleh aparat hukum:

  1. Maret 2021, Satreskrim Polres Aceh Selatan mengamankan 633 karung batu hijau yang diduga hasil tambang ilegal di Gampong Gunung Rotan, Labuhan Haji Timur. Total bobot mencapai 25 ton, dan disebut-sebut mengandung emas, tembaga, serta mineral berharga lainnya. Para pelaku diancam dengan Pasal 161 UU No. 3 Tahun 2020 tentang perubahan atas UU No. 4 Tahun 2009, dengan ancaman maksimal 5 tahun penjara dan denda Rp100 miliar.
  2. Mei 2025, polisi kembali mengungkap pengolahan ilegal batu tembaga di Gampong Gadang, Kecamatan Samadua. Seorang pria berinisial RM, asal Karawang, ditangkap dengan barang bukti 1,5 ton batu tambang, bahan kimia berbahaya, dan tembaga hasil olahan. Pelaku dijerat Pasal 158 UU No. 2 Tahun 2025 tentang perubahan keempat UU Minerba.

Namun, meski penindakan pernah dilakukan, praktik serupa justru terus berulang, bahkan seolah berkembang dengan pola operasi yang lebih sistematis dan tersembunyi.

Tanggung Jawab Siapa?

Fenomena ini menimbulkan pertanyaan serius:

  • Apakah pemerintah daerah dan aparat keamanan sudah benar-benar maksimal dalam melakukan pengawasan?
  • Apakah ada unsur pembiaran atau bahkan oknum yang terlibat langsung dalam membackup praktik ilegal tersebut?
  • Mengapa pengolahan dan pengangkutan berton-ton material tambang bisa berlangsung tanpa terdeteksi?

Warga berharap pemerintah dan penegak hukum tidak menutup mata atas fenomena ini. “Jika benar kegiatan ini berlangsung selama bertahun-tahun, dan tak tersentuh hukum, maka ini bukan sekadar masalah ilegal, tapi sindikasi kriminal yang terorganisir,” ungkap seorang warga Kluet tengah yang meminta identitasnya dirahasiakan.

Redaksi Desak Transparansi dan Tindakan Tegas

Redaksi SaranNews mendesak pihak kepolisian, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), serta Pemkab Aceh Selatan untuk menindaklanjuti informasi ini secara terbuka dan profesional. Di era digital ini, praktik tambang ilegal tak lagi bisa disembunyikan di balik rimbun hutan atau sunyinya desa terpencil.

Sebagai media yang berpihak pada kepentingan publik dan kelestarian lingkungan, kami akan terus mengawal isu ini dan membuka ruang kepada masyarakat untuk melaporkan berbagai dugaan pelanggaran serupa lainnya.

“Redaksi membuka ruang klarifikasi bagi pihak-pihak yang merasa disebutkan atau berkepentingan dalam isu ini.”

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *