Serapan Anggaran Terpuruk, Pembiayaan Melonjak Misterius, APBK Aceh Besar Sarat Masalah, Belanja Modal Hanya 1,95 Persen

  • Bagikan

Aceh Besar | SaranNews – Pemerintah Kabupaten Aceh Besar menghadapi sorotan tajam publik setelah data resmi dari Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD) Kementerian Keuangan menunjukkan lemahnya realisasi belanja daerah hingga akhir Juli 2025. Meski waktu telah memasuki triwulan ketiga, realisasi belanja modal yang seharusnya menopang pembangunan fisik dan pelayanan publik justru baru menyentuh angka 1,95 persen dari pagu yang ditetapkan.

Dari total anggaran belanja modal sebesar Rp123,51 miliar, Pemkab Aceh Besar baru mampu merealisasikan Rp2,40 miliar. Hal ini menimbulkan pertanyaan serius terhadap komitmen pemerintah dalam menjalankan pembangunan yang menjawab kebutuhan rakyat, khususnya di sektor infrastruktur, fasilitas layanan dasar, dan proyek strategis daerah.

“Ini bukan sekadar keterlambatan, ini adalah kegagalan perencanaan dan pengendalian fiskal yang bisa berujung pada pemborosan anggaran akhir tahun,” ungkap Ketua LSM FORMAKI, dalam tanggapan resminya kepada SaranNews, Rabu (30/7).

PAD Seret, Potensi Lokal Tak Digarap Maksimal, Di sisi pendapatan, Aceh Besar menargetkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar Rp197,68 miliar, namun hingga Juli, baru terealisasi Rp72,21 miliar atau 36,53 persen. Pos penerimaan “lain-lain PAD yang sah” yang seharusnya menjadi ruang kreativitas fiskal daerah, justru sangat lemah, dengan capaian hanya 9,20 persen.

Sementara itu, realisasi penerimaan dari hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan biasanya berupa dividen dari BUMD justru tercatat mencapai 91,02 persen, jauh melampaui komponen PAD lainnya. Capaian yang tak lazim ini membuka ruang spekulasi terkait klasifikasi sumber dana, serta keabsahan dasar perhitungannya.

Pembiayaan Melonjak Tak Wajar, Lebih mencengangkan, pos penerimaan pembiayaan daerah yang berasal dari sisa lebih perhitungan anggaran (SiLPA) tahun sebelumnya, ditargetkan sebesar Rp25 miliar, namun realisasinya membengkak menjadi Rp77,84 miliar, atau 311,35 persen.

Praktik ini memicu kekhawatiran akan potensi rekayasa kas, under-budgeting, atau ketidakakuratan dalam proyeksi fiskal daerah. Apalagi, pengeluaran pembiayaan (misalnya penyertaan modal) justru tidak direalisasikan sama sekali.

“Kalau realisasi SiLPA melonjak tiga kali lipat dari target, maka kita patut curiga ada yang tidak sinkron dalam tata kelola APBD Aceh Besar. Ini harus dibuka ke publik,” tegas Formaki.

Belanja Sosial dan Hibah Mandek, Beberapa pos anggaran yang bersentuhan langsung dengan masyarakat, seperti belanja hibah (Rp50,71 miliar) baru terealisasi 4,14 persen, dan bantuan sosial baru 10,72 persen. Padahal, situasi ekonomi masyarakat masih rentan dan membutuhkan intervensi konkret dari pemerintah. Belanja tidak terduga (BTT) yang bisa digunakan untuk keadaan darurat seperti bencana, justru belum digunakan sama sekali.

Redaksi Mendesak Evaluasi Total, Redaksi SaranNews menilai bahwa postur dan realisasi APBD Aceh Besar hingga Juli 2025 menunjukkan adanya kelemahan struktural dalam pengelolaan anggaran, yang bila tidak segera ditangani, akan berdampak langsung terhadap layanan publik dan kepercayaan masyarakat. Kami menyerukan:

  1. Evaluasi menyeluruh terhadap kinerja TAPD dan seluruh SKPK terkait realisasi belanja yang stagnan.
  2. Audit independen oleh Inspektorat dan BPKP terhadap belanja modal dan pembiayaan.
  3. Transparansi penuh dari Pemkab terhadap komponen pembiayaan dan rincian proyek fisik yang belum berjalan.

“Jangan tunggu publik menuduh bahwa ini bukan sekadar kelalaian, tapi ada unsur kesengajaan atau pola pengendapan anggaran yang terstruktur.”(Red)

Penulis: Mersal WandiEditor: Redaksi
  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *