SaranNews.Net|Banda Aceh – Sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di Aceh disinyalir belum melakukan pengumuman rencana umum pengadaan (RUP). Pasalnya, pengumuman RUP merupakan kewajiban hukum yang harus dipenuhi paling lambat 31 Maret 2025 sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. Hal tersebut disampaikan Koordinator LSM FORMAKI Alizamzami dalam rilis yang diterima Redaksi SaranNews.Net, Sabtu 12 April 2025.
Menurut Alizamzami, berdasarkan hasil pemantauan di laman resmi SiRUP LKPP (sirup.lkkp.go.id) menunjukkan bahwa sebagian OPD di Aceh dan Kabupaten/Kota belun menginput RUP sama sekali. Begitupun, sebagian lainnya baru mengumumkan kegiatan dan tidak mencerminkan total program dalam APBA/APBK 2025.
Lebih lanjut, Alizamzami menjelaskan situasi ini menimbulkan pertanyaan besar soal komitmen transparansi anggaran oleh pemerintah daerah dan dapat menghambat partisipasi publik serta pelaku usaha dalam proses pengadaan.
“Perlu diketahui bahwa kondisi yang begini Pemprov Aceh maupun Pemkab/pemkot telah mengangkangi dan melanggar berbagai peraturan dan ketentuan yang berlaku ” kata Alizamzami.
Alizamzami menyebutkan, beberapa peraturan yang mengatur tentang RUP antara lain,peraturan Presiden No. 12 Tahun 2021 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Perubahan atas Perpres 16/2018) Pasal 18 ayat (1) PA/KPA wajib menyusun dan mengumumkan Rencana Umum Pengadaan di SiRUP.
Kemudian, peraturan LKPP No. 11 Tahun 2021 Tentang Pedoman Perencanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Pasal 9 ayat (3) “Pengumuman RUP dilakukan paling lambat akhir bulan Maret tahun anggaran berjalan.”
Lalu,permendagri No. 70 Tahun 2019 Tentang Sistem Informasi Pemerintahan Daerah (SIPD) Menekankan pentingnya integrasi perencanaan dan pengadaan sebagai bagian dari akuntabilitas keuangan daerah.
“Penting disadari bahwa keterlambatan atau tidak diumumkannya RUP secara lengkap dapat dikenakan sanksi administratif sesuai ketentuan Pasal 77 Perpres 12/2021 “Pejabat yang melanggar ketentuan dalam pengadaan dapat dikenakan sanksi administratif sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.”, Permendagri 86/2017 jo. PP 12/2019 Pejabat daerah yang tidak menjalankan program secara akuntabel dapat diberi teguran, pembinaan, hingga penilaian kinerja buruk” lanjut Alizamzami.
“Jika ditemukan indikasi kesengajaan menyembunyikan rencana pengadaan, bisa menjadi bahan audit investigatif oleh BPK atau APIP, bahkan ranah pidana jika menimbulkan kerugian negara” sambungnya.
Alizamzami menambahkan, perlu ditegaskan bahwa ini bukan semata soal keterlambatan teknis, tapi bentuk pembangkangan terhadap prinsip keterbukaan anggaran. Saat publik diminta patuh dan percaya, pemerintah pun harus membuka seluruh proses perencanaannya.
“Jika OPD tidak umumkan rencana pengadaan, berarti ada agenda yang disembunyikan” ujar Alizamzami.
Untuk itu, LSM Formaki mendesak pihak-pihak terkait antara lain, UKPBJ segera melakukan klarifikasi dan evaluasi terhadap seluruh OPD yang belum patuh input RUP.
Selanjutnya,seluruh RUP wajib diumumkan secara terbuka dan lengkap tanpa pengecualian, sesuai jadwal yang ditentukan hukum.
Lalu, Inspektorat Daerah, BPK Perwakilan Aceh, dan DPRA/ DPRK , diminta turun tangan mengaudit dan mengawasi potensi pelanggaran aturan ini.
“Bila dalam hal ini tidak ada tindak lanjut, LSM FORMAKI akan menyampaikan laporan resmi ke Ombudsman dan LKPP” tutup Alizamzami.(*)