SUBULUSSALAM – Rakyat Aceh dari Kota Subulussalam, Provinsi Aceh, membentangkan spanduk protes di kawasan perbatasan Aceh–Sumatera Utara, tepatnya di Desa Lae Ikan, Kecamatan Penanggalan, Sabtu (14/6/2025). Aksi tersebut merupakan bentuk desakan kepada Presiden RI Prabowo Subianto agar memerintahkan Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian, mengembalikan empat pulau yang diklaim masuk ke wilayah Sumatera Utara.
Spanduk yang dibentangkan tepat di bawah gapura perbatasan itu bertuliskan:
“Kami Rakyat Aceh Meminta Presiden RI Prabowo Subianto Memerintahkan Tito Karnavian Untuk Mengembalikan 4 Pulau ke Aceh.”
Bahagia Maha, tokoh masyarakat sekaligus politisi Partai Amanat Nasional (PAN), menjelaskan bahwa pihaknya bersama Ketua Komite Peralihan Aceh (KPA) Teuku Sufrida mengutip sejumlah sumber sejarah dan dokumen resmi terkait kedudukan empat pulau yang kini dipersoalkan. Ia menyebut, keputusan pemerintah pusat memasukkan keempat pulau tersebut ke wilayah Sumut adalah tindakan yang keliru dan tidak berdasar.
“Pulau Mangkir Kecil, Pulau Mangkir Besar, Pulau Panjang, dan Pulau Lipan kini secara administratif masuk wilayah Sumatera Utara. Ini jelas-jelas melanggar Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956, yang secara historis menetapkan keempat pulau tersebut sebagai bagian dari Provinsi Aceh,” ujar Bahagia Maha, mantan anggota DPRK Subulussalam periode 2019–2024.
Menurut Bahagia Maha, sejumlah dokumen hukum dan perjanjian antarwilayah turut memperkuat klaim bahwa keempat pulau tersebut milik Aceh. Salah satunya adalah kesepakatan bersama antara Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dan Pemerintah Daerah Istimewa Aceh tahun 1992, yang ditandatangani oleh Gubernur Sumut Raja Inal Siregar dan Gubernur Aceh Ibrahim Hasan, disaksikan langsung oleh Menteri Dalam Negeri saat itu.
“Jika kita merujuk pada peta kolonial Belanda tahun 1853, keempat pulau itu dengan tegas berada di wilayah Aceh,” tegas Bahagia Maha, yang dulu dikenal dengan julukan “Singa Gedung DPRK” karena keberaniannya membela hak-hak masyarakat Subulussalam.
Sekretaris DPD PAN Kota Subulussalam itu juga mengingatkan pemerintah pusat agar tidak menciptakan konflik horizontal antarwarga.
“Sejak dulu, hubungan masyarakat Aceh dan Sumatera Utara sangat harmonis, baik dalam perdagangan, pariwisata, dan bidang lainnya. Kami tidak ingin diadu domba oleh kebijakan yang gegabah,” pungkasnya.(*)