Aceh Besar – SaranNews | Pelaksanaan proyek Penambahan Ruang Gedung Puskesmas Indrapuri senilai Rp 2,7 miliar diwarnai dugaan serius terkait pelanggaran Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) serta ketidaksesuaian personel inti. Temuan ini terungkap setelah pemantauan langsung yang dilakukan oleh tim media Sarannews.net bersama Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Forum Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (FORMAKI) pada Kamis (11/9/2025).
Dari pantauan di lokasi, para pekerja terlihat beraktivitas di ketinggian tanpa menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) standar seperti helm keselamatan dan sabuk pengaman (safety harness). Proyek yang dikerjakan oleh CV. KOALISI JAYA ABADI dengan progres 30% ini juga menunjukkan kondisi area kerja yang tidak tertata.
Saat dikonfirmasi oleh Sarannews pada hari ini, Jumat (12/9/2025), seorang pria bernama MUS yang mengaku sebagai penanggung jawab proyek, membenarkan beberapa temuan namun memberikan penjelasan yang mengejutkan. Menanggapi pelanggaran K3, ia berdalih, “kami sudah menyediakan APD sesuai yang tertera dalam dokumen penawaran dan Kontrak, namun pekerja yang tidak patuh.”
Lebih lanjut, mengenai ketidaksesuaian personel inti, MUS secara terbuka mengakui bahwa nama-nama dalam dokumen tender hanya formalitas. “karena nama personil yang diajukan dalam penawaran itu kan cuma pemenuhan syarat adminstrasi tender, sementara untuk realnya dilapangan sebelum memulai pekerjaan kami telah mengajukan pergantian personil inti kepada Dinas Kesehatan, dan sudah disetujui,” jelasnya.
Ia juga menyatakan bahwa dirinya bukan bagian dari struktur resmi CV. KOALISI JAYA ABADI, namun bertindak sebagai penanggung jawab proyek.
FORMAKI: Ini Indikasi Kuat “Pinjam Bendera”
Menanggapi temuan dan pernyataan tersebut, LSM FORMAKI memberikan kritikan tajam dan menduga adanya praktik lancung dalam proses tender dan pelaksanaan proyek. Ketua FORMAKI, menyatakan bahwa pengakuan MUS adalah bukti nyata adanya praktik “pinjam bendera”.
“Pengakuan bahwa personel inti yang diajukan dalam tender ‘cuma pemenuhan syarat administrasi’ adalah tamparan keras bagi proses lelang. Ini adalah bentuk penipuan terhadap negara. Jika kualifikasi personel saja sudah dimanipulasi, bagaimana kita bisa percaya pada kualitas konstruksinya?” tegas Ali Ketua Formaki.
FORMAKI juga mengaitkan temuan ini dengan rekam jejak perusahaan yang bersangkutan.
“Ini bukan kali pertama nama CV. KJA (Koalisi Jaya Abadi) menjadi sorotan. Kita perlu mengingat kembali temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada Tahun Anggaran 2024. Saat itu, pada proyek Peningkatan Gedung Instalasi Bedah Sentral Tahap II di RSUD Meuraxa, BPK menemukan adanya kekurangan volume pekerjaan yang merugikan daerah,” ungkap Ali.
Atas dasar itu, FORMAKI mendesak Inspektorat Kabupaten Aceh Besar untuk segera melakukan audit investigatif. Mereka juga meminta Dinas Kesehatan untuk mempertimbangkan pemutusan kontrak dan merekomendasikan agar CV. KOALISI JAYA ABADI dimasukkan ke dalam daftar hitam (blacklisting) nasional.
Hingga berita ini diturunkan, tim Sarannews masih berupaya mendapatkan konfirmasi dari pihak Dinas Kesehatan Aceh Besar terkait klaim persetujuan pergantian personel inti yang disebutkan oleh MUS. [Tim Liputan]