Proyek Perahu Nelayan DKP Aceh Selatan Diduga Langgar Prosedur, Tender Jalan Tanpa SK Penerima

  • Bagikan
Gbr Ilustrasi SN

Program bantuan 20 unit perahu motor senilai Rp 504 juta dipersoalkan karena belum ada SK penetapan penerima manfaat. FORMAKI mendesak Inspektorat dan DPRK segera mengaudit.

Tapaktuan-SaranNews | Forum Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (FORMAKI) menyatakan keprihatinan dan mendesak pengusutan serius terhadap pelaksanaan proyek Pengadaan Perahu Motor untuk Kelompok Nelayan Tahun Anggaran 2025 oleh Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Aceh Selatan.

Proyek bernilai Rp 504.384.000 itu telah dikontrakkan sejak awal Mei 2025 dengan CV. Putroe Haroem Abadi sebagai penyedia barang. Namun hingga saat ini, belum ada surat keputusan (SK) Bupati yang menetapkan kelompok penerima bantuan, bahkan daftar penerima pun masih dalam proses identifikasi dan verifikasi.

Hal ini dikonfirmasi langsung oleh Plt Kepala DKP Aceh Selatan saat dihubungi SARANNEWS melalui pesan WhatsApp. Ia menyebutkan bahwa pengadaan mencakup 20 unit perahu jenis robin bermesin 6,5 PK, dan kontrak kerja berakhir pada 29 Agustus 2025.

Namun ketika ditanya mengenai kelompok penerima, jawabannya singkat:

“Saya dalam perjalanan… daftar dalam proses identifikasi dan verifikasi,” tulisnya.

FORMAKI: Dugaan Pelanggaran Prosedur Pengadaan

Ketua Umum FORMAKI, Alizamzami, dalam siaran pers resmi yang diterima SARANNEWS, menyebut bahwa pengadaan hibah tanpa penerima yang telah diverifikasi dan ditetapkan melalui SK Bupati, berpotensi melanggar Permendagri No. 77 Tahun 2020 tentang pengelolaan keuangan daerah.

“Bagaimana mungkin kontrak pengadaan sudah diteken, sementara penerima manfaat belum ada? Ini pelanggaran prinsip kehati-hatian. Bisa berujung pada pemborosan atau salah sasaran,” tegas Alizamzami.

Desakan Audit dan Transparansi

FORMAKI mendesak beberapa langkah segera dilakukan oleh pemangku kebijakan di daerah, antara lain:

  1. Bupati dan Sekda Aceh Selatan diminta segera membuka dokumen SK Penerima Hibah dan hasil verifikasi dari DKP.
  2. Inspektorat Kabupaten Aceh Selatan diminta melakukan audit khusus terhadap pelaksanaan program ini.
  3. DPRK Aceh Selatan, khususnya Komisi II, didorong memanggil DKP untuk klarifikasi terbuka.
  4. PPID DKP Aceh Selatan diminta merespons permintaan informasi publik soal dokumen kontrak, spesifikasi teknis, dan berita acara serah terima barang.

Risiko Barang Tak Tersalurkan

FORMAKI juga mempertanyakan kemungkinan barang yang dibeli akan tertahan di gudang karena belum ada penerima resmi, atau lebih buruk lagi: terjadi manipulasi data penerima di akhir kontrak.

“Ini bukan sekadar soal administrasi, tapi soal kepercayaan publik. Bantuan nelayan jangan sampai jadi proyek titipan atau formalitas menjelang akhir masa anggaran,” lanjut Alizamzami.

Redaksi Masih Menunggu Tanggapan Lanjutan DKP

Hingga berita ini ditayangkan, Redaksi SARANNEWS masih berupaya menghubungi pihak DKP Aceh Selatan untuk permintaan data lebih lanjut terkait spesifikasi perahu, rencana distribusi, dan verifikasi kelompok penerima bantuan.

Penulis: Zuhar NizanEditor: Redaksi
  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *