Proyek Bernilai Ratusan Juta Rupiah, Rumah Potong Hewan (RPH) Banda Aceh Diduga Lost Pengawasan dan Langgar Aturan K3

  • Bagikan

Banda Aceh – SaranNews | Proyek rehabilitasi berat Rumah Potong Hewan (RPH) milik Dinas Pangan, Pertanian, Kelautan, dan Perikanan (DPPKP) Kota Banda Aceh, yang menelan anggaran Rp660 juta lebih dari APBK Banda Aceh Tahun Anggaran 2025 (dana Otsus), kini menjadi sorotan publik. Proyek yang telah berjalan lebih dari satu bulan ini diduga mengalami kekosongan pengawasan serta minim transparansi.

Pantauan tim investigasi SaranNews di lokasi menunjukkan tidak tersedianya dokumen Kurva S maupun papan jadwal pelaksanaan proyek sebagaimana diatur dalam regulasi pengadaan. Tidak tampak pula kehadiran tenaga teknis dari pihak pelaksana maupun konsultan pengawas di lapangan. Hanya sejumlah pekerja terlihat sedang beraktivitas tanpa pengawasan.

Proyek yang dijadwalkan selama 120 hari kerja tersebut secara teknis mencakup pembongkaran bangunan lama, pembangunan saluran beton, renovasi laboratorium, serta pembangunan pagar dan menara air. Namun, kondisi di lapangan menunjukkan bahwa hampir seluruh struktur bangunan lama dibongkar total, menyerupai pembangunan baru. Hal ini menimbulkan dugaan adanya perubahan lingkup pekerjaan yang berpotensi melanggar mekanisme adendum kontrak sebagaimana diatur dalam Perpres Nomor 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, terutama Pasal 54 dan Pasal 55 mengenai perubahan kontrak dan syarat-syaratnya.

Lebih memprihatinkan, investigasi juga mengungkap dugaan pelanggaran terhadap standar keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Sejumlah pekerja terlihat bekerja tanpa mengenakan Alat Pelindung Diri (APD) seperti helm, sepatu safety, sarung tangan, maupun rompi reflektif. Bahkan terdapat pekerja berdiri di atas perancah tanpa sabuk pengaman (safety harness).

Padahal, Permenaker No. 5 Tahun 2018 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Lingkungan Kerja Konstruksi serta Permen PUPR No. 10 Tahun 2021 tentang Pedoman Sistem Manajemen Keselamatan Konstruksi (SMKK) mengatur kewajiban pelaksanaan K3, termasuk penyediaan dan penggunaan APD bagi seluruh tenaga kerja. Kegagalan dalam menerapkan K3 dapat dikenai sanksi administratif hingga pidana sesuai dengan Pasal 190 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan juncto Pasal 87 yang mengatur pelaksanaan SMK3.

Aktivis antikorupsi dari FORMAKI, Ali Zamzam, meminta dilakukan audit menyeluruh terhadap proyek ini. “Transparansi dalam pelaksanaan proyek pemerintah adalah keharusan. Ketika progres tidak dapat diakses, dokumen Kurva S tidak tersedia, pelaksana menutup diri, dan pengawas tidak bisa dijumpai, maka publik berhak mencurigai adanya penyimpangan,” ujarnya.

Ali menambahkan bahwa pengabaian terhadap K3 selain membahayakan nyawa pekerja juga menjadi indikator lemahnya kontrol internal serta potensi pelanggaran hukum lainnya, termasuk kelalaian dari Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan konsultan pengawas.

Hingga berita ini dirilis, pihak Dinas Pangan Pertanian Kelautan dan Perikanan (DPPKP) Kota Banda Aceh belum dapat terhubung untuk klarifikasi atau pernyataan resmi atas dugaan pelanggaran administratif maupun teknis yang ditemukan, namun redaksi selalu membuka ruang untuk hak jawab bagi semua Pihak.[]

Penulis: Mersal WandiEditor: Redaksi
  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *