Banda Aceh|SaranNews.Net – Forum Masyarakat Anti Korupsi (FORMAKI) menilai Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Aceh Barat Daya (Abdya) paksa kehendak dengan rencana mengirimkan pejabat dan staf dinas Perumahan Rakyat Kawasan Permukiman dan Lingkungan Hidup (Perkim dan LH) Abdya ke Kabupaten Banyumas Provinsi Jawa Tengah.
Rencana Pemkab Abdya mengirimkan pejabat dan staf dinas dalam rangka studi banding pengelolaan sampah, ini dinilai akan mengabaikan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 tahun 2025, dimana presiden menginstruksikan kepada seluruh kepala daerah agar melakukan efisiensi anggaran tahun 2025.
Ketua FORMAKI, Alizamzami menyoroti kebijakan Pemkab Abdya ini mengingat keuangan pemerintah setempat sedang dalam kondisi tidak baik-baik saja, dimana katanya, rencana ini dinilai kurang patut di tengah krisis fiskal daerah Abdya saat ini mengalami defisit anggaran mencapai Rp70 miliar.
Bupati Safaruddin sendiri telah mengakui bahwa kondisi perekonomian masyarakat Abdya semakin hari semakin berat, ditambah lagi Abdya dalam kondisi defisit hingga puluhan miliar rupiah.
“Namun, langkah pemerintah untuk melakukan kunjungan kerja ke luar provinsi dengan biaya perjalanan dinas yang tidak sedikit justru menunjukkan kontradiksi antara ucapan dan kebijakan,” ujar Alizamzami melalui pers rilis, Selasa, 22 April 2025.
FORMAKI mengingatkan bahwa setiap rupiah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten (APBK) harus digunakan secara efisien, tepat sasaran, dan mengedepankan asas manfaat langsung bagi masyarakat.
Studi banding tanpa kejelasan rencana implementasi, roadmap kebijakan, serta indikator keberhasilan yang terukur berpotensi menjadi bentuk pemborosan anggaran publik.
Sebagai solusi, kata Alizamzami, FORMAKI mendorong Pemerintah Abdya untuk menggali dan memperkuat solusi berbasis lokal seperti : Penguatan TPS 3R di tingkat gampong, Pemberdayaan komunitas lokal dalam pemilahan dan pengolahan sampah, Kemitraan dengan lembaga pendidikan dan pesantren dalam edukasi lingkungan, Pelatihan daring bersama narasumber pengelolaan sampah nasional
FORMAKI juga menuntut transparansi anggaran kegiatan studi banding, termasuk daftar peserta, biaya total, serta dokumen rencana tindak lanjut (RTL) yang harus diumumkan ke publik.
“Jika kegiatan ini tetap dipaksakan tanpa mekanisme akuntabilitas, maka FORMAKI menganggapnya sebagai bentuk pemborosan dan pelanggaran prinsip good governance dalam pengelolaan keuangan daerah,” tegasnya.(*)