Komandan Brigade PII Provinsi Aceh Sesalkan Tindakan Represif Satgas Kampus Abulyatama

  • Bagikan

Banda Aceh|SaranNews.Net – Komandan Brigade Pelajar Islam Indonesia (PII) sangat menyesali atas tindakan represif yang dilakukan oleh pihah kampus dalam menghadapi Mahasiswa sehingga terjadi Insiden bentrokan antara mahasiswa dan satuan tugas (Satgas) kampus Universitas Abulyatama (Unaya) Aceh pada pertengahan April 2025 lalu terus menuai sorotan publik, Selasa (22/4/2025).

Teuku Raihan menyampaikan keprihatinan mendalam atas insiden yang tidak hanya mencederai nilai-nilai demokrasi kampus, tetapi juga mengorbankan jiwa dan meninggalkan trauma bagi sejumlah mahasiswa.

“Kami sangat menyesali tindakan kekerasan yang dilakukan oleh oknum Satgas kampus Abulyatama. Ini adalah tindakan yang tidak sepatutnya terjadi di lingkungan pendidikan, yang seharusnya menjadi tempat persemaian akal sehat, etika, dan nilai-nilai keadaban” tegas Raihan.

Komandan Brigade PII Aceh ini juga mengingatkan bahwa kampus adalah ruang aman bagi mahasiswa untuk berpikir kritis, menyampaikan aspirasi, dan membangun budaya demokrasi.

Menurut Raihan tindakan represif dalam bentuk intimidasi, kekerasan fisik, atau penghalangan kebebasan berpendapat hanya akan menciptakan ketakutan dan menurunkan marwah institusi pendidikan.

“Ketika mahasiswa tidak lagi merasa aman untuk menyampaikan pendapat, maka kampus kehilangan jiwanya. Yang lebih menyedihkan, insiden ini terjadi karena kegagalan dalam membangun komunikasi dan empati dari pihak pengamanan,”* tambahnya.

Oleh karena itu, kata Raihan, ini akan menjadi tanggung jawab tersendiri bagi pihak rektorat Universitas Abulyatama untuk segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap fungsi dan peran Satgas kampus agar dapat menekankan bahwa personel pengamanan kampus harus dibekali dengan pelatihan khusus mengenai pendekatan persuasif dan non-kekerasan, bukan justru bertindak laiknya aparat represif.

“Mahasiswa juga mendukung penuh penegakan disiplin, tapi itu harus dilakukan dengan cara yang bermartabat. Jangan sampai ada kekeliruan bahwa menjaga ketertiban berarti membungkam aspirasi,” ujarnya.

Sebagai representasi suara untuk pendidikan Aceh, Brigade PII turut mengimbau semua pihak, baik mahasiswa, pihak kampus, maupun aparat penegak hukum, untuk mengedepankan dialog sebagai solusi utama dalam setiap konflik.

Raihan juga menawarkan agar organisasi seperti PII bisa menjadi jembatan mediasi, apabila dibutuhkan, demi meredam ketegangan dan membangun kembali suasana akademik yang kondusif.

“Insiden ini menjadi peringatan keras bahwa kita harus memperbaiki sistem. Kami terbuka untuk menjadi mitra dalam proses itu. Mahasiswa tidak boleh diposisikan sebagai ancaman, tapi sebagai mitra perubahan,” sebut Raihan.

Sementara itu, Teuku Muhammad Raihan menyampaikan belasungkawa kepada keluarga korban yang meninggal dalam insiden tersebut, serta simpati kepada para mahasiswa yang terdampak. Ia berharap kejadian ini menjadi momen reflektif dan titik balik bagi semua pihak dalam membangun tatanan kampus yang lebih manusiawi dan demokratis.

“Tidak ada yang menang dalam kekerasan. Yang ada hanyalah luka, kehilangan, dan kehancuran nilai. Sudah saatnya kita memilih jalan yang lebih cerdas dan beradab dalam menyikapi perbedaan,”pungkasnya.(AF)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *