SUBULUSSALAM – Polemik penetapan empat pulau di wilayah perbatasan Aceh–Sumatera Utara terus bergulir panas. Dalam wawancara eksklusif dengan SaranNews.net, Teuku Safrida, Ketua Komite Peralihan Aceh (KPA) Kota Subulussalam, menyampaikan sikap keras terhadap keputusan pemerintah pusat.
“Jangan bangunkan harimau yang sedang tertidur,” tegas Safrida, Sabtu (14/6), merespons Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 300.2.2-22138 Tahun 2025 yang menetapkan Pulau Mangkir Kecil, Mangkir Besar, Pulau Panjang, dan Pulau Lipan masuk ke dalam wilayah administratif Sumatera Utara.
Menurut Safrida, keputusan ini sangat melukai rakyat Aceh, yang hingga kini masih menyimpan luka akibat konflik masa lalu. Ia mengingatkan bahwa perdamaian Aceh dengan Republik Indonesia adalah hasil perjuangan panjang yang jangan diabaikan.
“Kami mantan kombatan, bersama rakyat Aceh, siap memperjuangkan aset dan harga diri Aceh dengan cara apa saja,” tegasnya dalam wawancara bersama SaranNews.
Safrida juga meminta Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian agar tidak menodai proses damai yang telah berjalan selama hampir dua dekade. Ia menilai penetapan tersebut berpotensi menciptakan kegaduhan baru antara masyarakat Aceh dan Sumatera Utara di wilayah perbatasan.
“Tolong batalkan SK itu dan kembalikan keempat pulau di Aceh Singkil. Itu milik rakyat Aceh,” tambahnya.
Selain Safrida, Bahagia Maha, warga Kecamatan Penanggalan, turut menyampaikan aspirasi dalam aksi spontanitas yang digelar di Desa Lae Ikan, perbatasan Aceh–Sumatera Utara. Ia menyerukan kepada Presiden RI Prabowo Subianto agar segera mengambil langkah tegas.
Dalam aksinya, massa membentangkan spanduk dan mendesak agar Presiden memerintahkan Mendagri untuk mencabut SK tersebut, yang dinilai telah merampas wilayah kultural dan administratif Aceh Singkil.
Keempat pulau tersebut secara historis diyakini merupakan bagian dari wilayah Aceh. Masyarakat menilai pengalihan administratif ke Sumatera Utara tanpa melibatkan rakyat Aceh merupakan bentuk pengingkaran terhadap semangat keadilan dalam otonomi daerah dan perjanjian damai Helsinki.
Redaksi SaranNews akan terus mengikuti perkembangan isu ini, termasuk mengupayakan konfirmasi lanjutan ke Kemendagri dan Pemerintah Aceh. (**)