Hiruk pikuk terkait kebijakan pemerintah kabupaten Aceh Selatan melakukan efisiensi anggaran APBK Tahun 2025 masih menjadi polemik. Pasalnya, point f yang diduga memberatkan tenaga kontrak tersebut menjadi sebab musabab kegaduhan tersebut.
Padahal, langkah efesiensi anggaran merupakan perintah yang harus ditindak lanjuti oleh seluruh pemerintah daerah di Indonesia, termasuk Aceh Selatan. Hal itu tertuang dalam instruksi presiden (Inpres) nomor 1 tahun 2025 dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 29 tahun 2025.
Lalu, mengapa kemudian hal tersebut menjadi heboh dan menjadi perbincangan hangat di masyarakat Aceh Selatan. Bahkan, menjadi trending topik dalam beberapa hari belakangan. Hal itu, di karenakan angka 70 persen yang dianggap tidak rasional dan merugikan tenaga kontrak.
Begitupun, jika pemerintah kabupaten Aceh Selatan menjelaskan secara detil dan terperinci berdasarkan analisis ilmiah bisa jadi hal tersebut tidak akan heboh seperti ini.
Misalnya, pemerintah melalui instansi terkait menjelaskan secara rinci kondisi tenaga kontrak/honorer di Aceh Selatan yang sudah membludak bahkan mencapai angka 4000 lebih sehingga perlu dilakukan efesiensi karena sudah membebankan APBK.
Disisi lain, keputusan pemerintah pusat agar tidak lagi mengangkat tenaga honorer baru dan menjadikan tenaga kontrak/honorer yang ada sebagai PPPK penuh dan paruh waktu harus segera dilakukan.
Sehingga, langkah efisiensi dan penataan tenaga kontrak/honorer harus dilakukakan oleh pemerintah Kabupaten Aceh Selatan. Apalagi, disinyalir banyak tenaga kontrak/honorer yang tidak produktif dan membebani APBK setiap tahunnya.
Tidak hanya itu saja,pemerintah Kabupaten Aceh Selatan juga harus menjelaskan ke publik bahwa manfaat dari efesiensi anggaran tersebut dapat membantu program pemerintah yang pro rakyat.
Sebut saja, jika tenaga kontrak/honorer ditata ulang, lalu anggaran nya bisa digunakan untuk program -program strategis pasangan MANIS yang telah tertuang dalam RPJMD Kabupaten Aceh Selatan 2025-2030.
Sebab, jika berharap dari anggaran APBN dengan kondisi saat ini sulit untuk dilakukan.Jadi solusi satu-satunya saat ini, mau tidak mau, adalah efisiensi anggaran. Konon, kabarnya tahun 2025 ini Aceh Selatan akan terjadi pemotongan dana DAU mencapai 100 M lebih.
Disisi lain, kita harus pahami bahwa Pak Bupati, H.Mirwan belum berpengalaman dalam pemerintahan. Beliau hanyalah seorang pengusaha yang kemudian mencoba hijrah untuk membangun tanah kelahirannya Aceh Selatan. Maka perlu pendampingan dan masukan dalam pengambilan keputusan.
Jika kemudian, kebijakan melakukan efisiensi anggaran dan kemudian mendapat penolakan, itu adalah resiko dalam sebuah keputusan. Masih ingatkan, di tahun 2019 , saat itu Bupati Aceh Selatan Alm.Pak Azwir juga pernah merumahkan para honorer di Aceh Selatan
Jadi, ini hanya soal koordinasi dan analisis saja yang belum disampaikan ke publik secara terang benderang. Pemerintah kabupaten Aceh Selatan harus jujur dan berani menyampaikan bahwa kondisi keuangan daerah sedang sakit dan defisit. Soal mengapa dan siapa yang melakukan, itu lain lagi pembahasannya.
Terakhir, kepada para timses sikapi saran, masukan dan kritikan dengan senyuman manis. Jangan anti kritik, lalu kemudian mengatakan orang kalah lah, belum move on lah ,apalah namanya.
Ingat kawan, politik itu dinamis, Aceh Selatan ini harus dibangun secara bersama-sama. Apalagi, pemerintahan H.Mirwan – Baital Mukadis baru seumur jagung, jangan sempat ibarat pesawat, gagal take off sehingga landing nya kurang manis.
Akhirnya, mari bersama membangun Aceh Selatan dengan segala perbedaan yang ada. Kritik, saran dan masukan yang diberikan semata mata hanya untuk membangun dan mewujudkan Aceh Selatan Maju dan Produktif.(*)