BANDA ACEH | SARANNEWS – Pemandangan kontras yang mencolok terlihat di kompleks kantor Dinas Pangan Pertanian Kelautan dan Perikanan (DP2KP) Kota Banda Aceh. Di satu sisi, papan program dan demplot menunjukkan adanya kegiatan aktif untuk mendukung ketahanan pangan. Namun di sisi lain, kondisi sejumlah fasilitas fisik justru tampak memprihatinkan dan jauh dari kesan terawat.
Berdasarkan pantauan di lokasi pada hari Sabtu, 19 Juli 2025, beberapa area di kompleks kantor yang beralamat di Jalan Tgk. Dikandang, Gampong Pande, Kecamatan Kuta Raja ini menunjukkan tanda-tanda penelantaran yang signifikan. Salah satu pemandangan paling nyata adalah kondisi di sekitar bangunan gudang. Area tersebut tampak terbengkalai, ditumbuhi ilalang setinggi lutut orang dewasa yang menutupi akses jalan setapak. Palet kayu yang rusak dan genangan air semakin memperkuat kesan bahwa area fungsional ini sudah lama tidak tersentuh perawatan.
Ironisnya, kondisi serupa juga terlihat pada bangunan greenhouse yang difungsikan sebagai “Kebun Percontohan”. Meskipun sebuah spanduk di bagian depan menyambut dengan tulisan “Selamat Datang di Kebun Percontohan” dan mengumumkan program “Gerakan Menanam Pangan dalam Pot (GEMPITA)”, kondisi fisik bangunan itu sendiri tampak usang. Rangka besinya mulai berkarat dan atapnya kusam.
Pemandangan di dalam greenhouse pun campur aduk. Meskipun terdapat instalasi hidroponik dan rak-rak berisi tanaman yang menunjukkan adanya aktivitas, sebagian besar ruang yang luas dibiarkan kosong dengan lantai semen yang kotor dan tidak terorganisir.
Namun, di tengah kondisi tersebut, dinas ini bukannya tanpa kegiatan. Sebuah “Demplot UPTD BBI-Horti” yang bertujuan untuk “Perbanyakan Benih Unggul Komoditas Hortikultura” terlihat aktif dan dikelola dengan baik. Bedengan tanah tampak baru diolah dan siap tanam, sementara bibit-bibit dalam polibag tersusun rapi, menandakan program teknis tetap berjalan.
Inkonsistensi ini semakin menegaskan adanya persoalan dalam manajemen aset. Fasad depan seperti plang nama dinas dan “Gedung C Laboratorium Keamanan Pangan” tampak bersih dan terjaga. Akan tetapi, area kerja yang berada di bagian dalam dan samping justru menunjukkan citra yang sebaliknya.
Kondisi wajah ganda ini menimbulkan pertanyaan serius mengenai prioritas pengelolaan. Fasilitas yang seharusnya menjadi etalase keberhasilan program ketahanan pangan justru tidak mencerminkan semangat dan tujuan dari program itu sendiri, sebuah pekerjaan rumah besar bagi dinas terkait untuk menyelaraskan antara program kerja dengan kondisi fisik sarana pendukungnya.[]