Dalam sepekan terakhir, Rumah Sakit Umum Daerah Yulidin Away (RSUDZYA) menjadi sorotan publik di Kabupaten Aceh Selatan. Pasalnya, rumah sakit regional wilayah Barat Selatan Aceh itu disinyalir banyak masalah dalam manajemen dan pengelolaan keuangan.
Puncaknya, pengunduran diri direktur RSUDYA Syah Mahdi dengan alasan melanjutkan pendidikan ke Universitas Syiah Kuala (USK) dengan meninggalkan beban hutang sekitar Rp.43 milliar masih menyisakan tanda tanya.
Sebab, tidak mungkin rumah sakit dengan status BLUD bisa memiliki hutang sebanyak itu. Parahnya lagi, peran dewan pengawas (dewas) yang seharusnya menjadi kontrol dan governing body rumah sakit masih jauh dari harapan.
Tak heran, jika peran dan fungsi Dewas RSUDYA sebagaimana diatur dalam Permenkes Nomor 10 tahun 2014 tentang Dewan Pengawas Rumah Sakit belum dilaksanakan sepenuhnya.
Begitupun, penunjukan dr.Erizaldi sebagai Plt.Direktur menggantikan dr.Syah Mahdi diharapkan mampu untuk memperbaiki tata kelola rumah sakit menjadi lebih baik. Itu sebab, Bupati Aceh Selatan H.Mirwan mempercayakan Erizaldi untuk menjadi orang nomor satu di rumah sakit tipe B tersebut.
Dengan pengalamannya sebagai Direktur RSUDYA 2019-2021, Erizaldi diprediksi bisa untuk menyelesaikan berbagai masalah yang ada selama ini di RSUDYA. Salah satunya, menyelesaikan persoalan beban hutang yang nilainya tidak sedikit itu dan memperbaiki manajemen internal.
Tidak hanya itu, Erizaldi juga dituntut untuk meningkatkan pelayanan kesehatan di rumah sakit kebanggaan masyarakat Aceh Selatan itu menjadi lebih baik. Manejemen internal yang selama ini di sinyalir kurang baik agar segera diperbaiki.
Untuk itu, sebagai lembaga swadaya masyarakat FORMAKI memberikan saran dan rekomendasi kepada Plt. Direktur RSUDYA yang baru sebagai berikut:
Pertama, lakukan audit keuangan secara transparan dan akuntabel, termasuk menelusuri akar permasalahan beban utang serta menyiapkan strategi penyelesaian yang realistis.
Kedua, peningkatan manajemen internal serta melakukan reformasi dalam struktur organisasi dan sistem kerja untuk menciptakan lingkungan kerja yang lebih profesional, transparan dan akuntabel.
Ketiga, evaluasi dan penguatan dewan pengawas, sebab selama ini pengawasan terkesan longgar dan lemah. Jika perlu, lakukan pergantian dewas yang lebih kompeten dan independen.p
Keempat, optimalisasi pelayanan publik dan fokus utama pada peningkatan layanan kesehatan masyarakat dengan memastikan ketersediaan fasilitas dan tenaga medis yang memadai serta sistem manajemen yang efektif.
Kelima, keterlibatan pemangku kepentingan seperti pemerintah daerah, tenaga medis serta masyarakat harus dilibatkan dalam perumusan kebijakan strategis demi memastikan keberlanjutan dan transparansi dalam pengelolaan rumah sakit.
Penulis: Ali Zamzami (Pimpinan FORMAKI)