Formaki Sesalkan Pernyataan Ketua DPRA, Desak Aparat Usut Dugaan Laporan Fiktif Dana Reses Dewan

  • Bagikan

BANDA ACEH | SaranNews – Forum Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (Formaki) menyatakan penyesalan mendalam atas sikap Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) yang terkesan mengintervensi proses hukum terkait penyelidikan dugaan korupsi dana otonomi khusus (Otsus) oleh Polda Aceh. Formaki menegaskan bahwa sebagai institusi, aparat penegak hukum (APH) harus didukung penuh dalam upaya pemberantasan korupsi, terlepas dari adanya dugaan oknum yang bermain proyek.

Pernyataan ini disampaikan sebagai respons atas protes Ketua DPRA, Zulfadhli, terhadap pemanggilan Kelompok Kerja (Pokja) oleh Ditreskrimsus Polda Aceh. Menurut Formaki, sikap tersebut tidak mencerminkan semangat antikorupsi dan justru dapat melemahkan upaya penegakan hukum yang sedang berjalan untuk menyelamatkan uang rakyat.

“Kami sangat menyayangkan pernyataan Ketua DPRA. Seharusnya, sebagai pimpinan lembaga legislatif, beliau menjadi garda terdepan dalam mendukung setiap langkah penegakan hukum, bukan sebaliknya,” ujar Ali Zamzami Ketua FORMAKI di Banda Aceh. “Dukungan terhadap institusi Kepolisian dan Kejaksaan dalam memberantas korupsi adalah harga mati. Soal adanya oknum yang ‘bermain’, itu adalah persoalan lain yang juga harus ditindak, tetapi jangan sampai hal itu dijadikan alasan untuk menghalangi kerja institusi secara keseluruhan.”

Lebih lanjut, Formaki menantang DPRA untuk melakukan pembersihan internal dan menunjukkan komitmen antikorupsi yang sesungguhnya. Formaki mendesak APH, baik Polda maupun Kejaksaan Tinggi Aceh, untuk tidak hanya fokus pada lembaga eksekutif, tetapi juga melakukan penyelidikan terhadap potensi penyimpangan anggaran di lingkungan legislatif itu sendiri.

Sebagai contoh konkret, Formaki menyoroti adanya dugaan kuat penyelewengan dalam penggunaan dana reses anggota DPRA untuk tahun anggaran 2025.

“Publik menaruh curiga besar pada pertanggungjawaban dana reses anggota dewan. Tahun ini saja sudah dua kali dana tersebut cair, dengan anggaran mencapai sekitar delapan puluhan juta rupiah per anggota untuk setiap tahapnya. Kami menduga banyak laporan pertanggungjawaban (LPJ) yang dibuat secara fiktif,” tegas Ali Zamzami.

Oleh karena itu, Formaki secara resmi mendesak Polda dan Kejati Aceh untuk segera melakukan pemeriksaan dan penyelidikan atas penggunaan dana reses DPRA tersebut. Menurutnya, transparansi dan akuntabilitas harus dimulai dari rumah sendiri. Jika DPRA ingin dihormati dan dipercaya publik, maka mereka harus bersih dan berani diawasi.

“Jangan sampai sapu yang kotor dipakai untuk membersihkan halaman. Pemberantasan korupsi harus menyentuh semua lini tanpa terkecuali. Kami akan terus mengawal kasus ini dan mendesak APH untuk menunjukkan keberaniannya demi keadilan dan penyelamatan keuangan daerah,” tutupnya.(Z)

Penulis: ZamzamiEditor: Redaksi
  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *