FORMAKI Desak Transparansi Utang Pemkab Aceh Selatan dan Pembentukan Tim Pencari Fakta

  • Bagikan

ACEH SELATAN | SaranNews – Forum Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (FORMAKI) mendesak Pemerintah Kabupaten Aceh Selatan dan DPRK untuk membentuk Tim Pencari Fakta (TPF) atas indikasi penyimpangan dalam pengelolaan keuangan daerah tahun anggaran 2024 yang menyebabkan defisit riil mencapai Rp267 miliar dan utang belanja sebesar Rp184,2 miliar.

Temuan ini tidak hanya mencerminkan kegagalan tata kelola fiskal, tetapi juga mengindikasikan potensi penyalahgunaan kewenangan dan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pejabat sebelumnya, termasuk Bupati dan Penjabat Bupati Aceh Selatan periode lalu.

“FORMAKI menilai, beban utang yang luar biasa besar dan penggunaan dana earmark secara tidak wajar bukan semata-mata ‘kesalahan teknis’. Ini adalah akibat langsung dari keputusan anggaran yang diduga menyimpang dan harus dipertanggungjawabkan secara administratif dan hukum,” tegas Ketua FORMAKI Ali Zamzami, dalam pernyataan pers hari ini.

Tuntutan FORMAKI:

  1. Pemkab Aceh Selatan dan DPRK segera membentuk Tim Pencari Fakta Independen yang melibatkan unsur audit internal, akademisi, masyarakat sipil, dan lembaga pengawasan.
  2. Transparansi penuh daftar utang belanja tahun 2024, termasuk:
  • Rincian kontrak dan kegiatan,
  • Nama penyedia dan nilainya,
  • Status pembayaran dan kendala hukum/administratif.
  1. Publikasi laporan keuangan resmi yang menjadi dasar pengakuan utang dan defisit oleh Pemkab.
  2. Evaluasi menyeluruh terhadap peran TAPD, BPKD, dan Kepala SKPK yang berkontribusi terhadap pembelanjaan di luar kemampuan fiskal.
  3. DPRK Aceh Selatan membentuk Panitia Khusus (Pansus) Keuangan Daerah 2024 sebagai bentuk pengawasan konstitusional.

Langkah Hukum: Laporan Awal ke Kejaksaan Tinggi Aceh

Sebagai bentuk keseriusan, FORMAKI sedang menyusun laporan awal indikasi penyimpangan keuangan daerah kepada Kejaksaan Tinggi Aceh, dengan dugaan pelanggaran terhadap:

  • Pasal 3 dan 2 UU Tipikor (penyalahgunaan wewenang yang merugikan keuangan negara),
  • UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara,
  • UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

“Beban fiskal bukan sekadar angka defisit. Ini soal akuntabilitas, kejujuran publik, dan kepercayaan rakyat. Jika pemerintah tidak bersih dan DPRK tidak tegas, maka hukum harus turun tangan,” tegas Ali Zamzami

FORMAKI juga mengajak seluruh elemen masyarakat Aceh Selatan, terutama media, mahasiswa, dan pegiat antikorupsi, untuk mengawal isu ini secara terbuka, mendorong partisipasi publik, dan menolak segala bentuk pembungkaman terhadap upaya pengungkapan kebenaran.(R)

Penulis: Mersal WandiEditor: Redaksi
  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *