Banda Aceh – Sarannews | Forum Masyarakat Anti Korupsi dan Kolusi (FORMAKI) mendesak Kejaksaan Tinggi Aceh untuk segera membuka penyelidikan atas dugaan korupsi dalam proyek pembangunan jalan permukiman di Gampong Paya Dapur, Kecamatan Kluet Timur, Kabupaten Aceh Selatan. Proyek senilai miliaran rupiah tersebut kini menjadi sorotan setelah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK RI) menemukan sejumlah penyimpangan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Tahun 2024.
Temuan BPK: Spesifikasi Tidak Sesuai, Negara Dirugikan
Dalam temuannya, BPK menyebut pekerjaan jalan permukiman itu tidak sesuai spesifikasi teknis, yang menyebabkan kelebihan pembayaran senilai Rp 212 juta, serta bagian dari total kerugian negara sebesar Rp 7,13 miliar yang melibatkan 70 paket proyek lainnya. BPK juga mengungkap potensi kerugian tambahan senilai Rp 72 juta dari volume pekerjaan yang belum terverifikasi.
Dugaan Terkait Proyek Pokir Anggota DPRA
Informasi yang berkembang di masyarakat menyebutkan bahwa proyek tersebut merupakan bagian dari Pokok-Pokok Pikiran (Pokir) salah satu anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) periode sebelumnya, yang disebut-sebut berinisial Ggm.
Hal ini mendapat perhatian serius dari FORMAKI. Menurut Arif Sawitra, Koordinator Investigasi FORMAKI, jika benar proyek ini bersumber dari Pokir anggota dewan, maka penyelidikan tidak bisa berhenti pada pihak eksekutif saja.
“Kita tidak bisa membiarkan proyek pokir dijadikan kendaraan anggaran untuk kepentingan kelompok tertentu. Dugaan ini harus dibongkar secara tuntas, tidak hanya pada PPK dan kontraktor, tapi juga siapa yang menginisiasi proyeknya,” tegas Arif.
Respon Dinas Perkim Dipertanyakan
Menanggapi temuan BPK, Dinas Perkim Aceh pada salah satu media menyatakan tidak sependapat. Mereka mengklaim bahwa pengujian mutu beton oleh laboratorium independen menunjukkan hasil sesuai spesifikasi. Namun FORMAKI menilai penolakan itu tidak cukup kuat untuk membantah temuan auditor negara.
“Jika memang ada perbedaan metode uji, seharusnya dilakukan audit pembanding secara terbuka dan independen. Bukan dengan saling klaim,” tambah Arif.
Desakan Proses Hukum, Bukan Sekadar Administrasi
Menurut FORMAKI, pengembalian uang negara tidak cukup. Harus ada langkah hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Mereka menegaskan bahwa proyek dengan spesifikasi yang direkayasa atau dikerjakan tidak sesuai kontrak adalah bentuk korupsi anggaran.
FORMAKI secara resmi menuntut:
- Kejaksaan Tinggi Aceh memanggil dan memeriksa pihak-pihak yang terlibat, termasuk dugaan peran inisial Ggm.
- Audit ulang proyek oleh pihak ketiga independen.
- Transparansi dokumen proyek ke publik.
- Langkah tegas dari BPK untuk meneruskan laporan kepada aparat penegak hukum.
Komitmen FORMAKI: Kawal Hingga Tuntas
Arif Sawitra menegaskan bahwa FORMAKI akan terus mengawal kasus ini hingga ada kejelasan hukum. Ia juga meminta masyarakat sipil dan media untuk bersama-sama mendorong pengungkapan tuntas praktik korupsi bermodus proyek pokir.
“Kami tidak akan diam. Setiap rupiah uang rakyat harus dipertanggungjawabkan. Ini bukan sekadar proyek jalan, ini tentang marwah dan keadilan anggaran di Aceh,”pungkas Arif Sawitra.