BANDA ACEH | Sarannews – Lembaga swadaya masyarakat (LSM) Forum Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (FORMAKI) mendesak Pemerintah Pusat melalui Kementerian Investasi/BKPM untuk segera membekukan izin operasional PT Mandiri Sawit Bersama (MSB) II di Kota Subulussalam. Desakan ini muncul sebagai respons atas surat permohonan penutupan sementara yang dilayangkan Gubernur Aceh, yang dinilai FORMAKI justru menyingkap adanya kelemahan serius dalam sistem pengawasan pemerintah daerah.
Ketua FORMAKI, Alizamzami, menyatakan bahwa langkah Gubernur Aceh memang sudah benar secara prosedural, namun ia menyebut kasus ini hanyalah puncak dari gunung es masalah tata kelola investasi di Aceh.
“Surat dari Gubernur adalah langkah awal yang benar, tetapi ini hanyalah puncak dari gunung es. Kasus ini membuktikan bahwa sistem pengawasan proaktif pemerintah tidak berjalan,” kata Alizamzami dalam siaran pers yang diterima redaksi, Jumat (18/7/2025).
Menurutnya, pelanggaran seharusnya terdeteksi melalui mekanisme rutin, bukan baru ditindaklanjuti setelah adanya protes warga dan laporan dari pemerintah kota.
FORMAKI juga menyoroti beberapa temuan kunci dari analisis mereka. Pertama, minimnya transparansi dari Pemerintah Provinsi Aceh mengenai rincian pelanggaran yang ditemukan di lapangan. Penggunaan frasa umum seperti “temuan pelanggaran lainnya” dianggap berisiko membuka celah negosiasi tertutup yang dapat merugikan kepentingan publik.
Kedua, FORMAKI mengkritik keras potensi penggunaan istilah “pembinaan” sebagai dalih untuk melunakkan sanksi yang seharusnya tegas.
“Sanksi tegas berupa penghentian operasi dan denda administratif harus diutamakan. Pembinaan tidak boleh menjadi tameng bagi perusahaan untuk lari dari tanggung jawab hukum dan lingkungan,” tegas Alizamzami.
Dalam rilisnya, FORMAKI secara resmi merekomendasikan agar Kementerian Investasi/BKPM menerbitkan surat keputusan penutupan sementara dalam waktu 14 hari kerja dan membentuk tim audit investigasi independen. Sementara itu, Pemerintah Provinsi Aceh didesak untuk segera mempublikasikan seluruh hasil verifikasi lapangan kepada publik.
Untuk diketahui, polemik PT MSB II mencuat setelah adanya dugaan pencemaran lingkungan dan masalah perizinan yang disuarakan oleh DPRK Subulussalam dan masyarakat setempat. Hal ini kemudian ditindaklanjuti oleh Walikota Subulussalam hingga akhirnya Gubernur Aceh mengirimkan surat permohonan penindakan ke pemerintah pusat pada 24 Juni 2025 lalu.
“Penanganan kasus ini adalah ujian bagi komitmen pemerintah terhadap supremasi hukum dan kelestarian lingkungan. Kami akan terus mengawal proses ini untuk memastikan tidak ada kepentingan publik yang dikorbankan,” tutup Alizamzami. (Red)