Subulussalam | Sarannews – Dewan Perwakilan Rakyat Kota (DPRK) Subulussalam menggelar Rapat Kerja (Raker) penting bersama sejumlah Satuan Kerja Perangkat Kota (SKPK), Selasa (24/6), di ruang rapat utama DPRK. Rapat ini difokuskan untuk membahas permasalahan krusial terkait aktivitas dua perusahaan besar di sektor perkebunan, yakni PT Laot Bangko dan PT Sawit Panen Terus (SPT).
Rapat yang dipimpin langsung oleh Wakil Pimpinan DPRK Subulussalam, H. Mukmin, dihadiri oleh perwakilan dari Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP), Dinas Perkebunan, Dinas Pertanahan, serta Badan Pertanahan Nasional (BPN) Subulussalam. Dari pihak legislatif, hadir Ketua Komisi B Hasbullah, beserta anggota Abdul Hamid Padang dan Adi Putra, serta anggota Komisi A Ardhiyanto Ujung dan Wandi.
Sorotan Utama: Plasma PT Laot Bangko dan Legalitas PT SPT
Dalam rapat tersebut, dua persoalan utama mencuat. Pertama, lambatnya progres pengadaan kebun plasma oleh PT Laot Bangko yang dinilai belum memenuhi kewajiban terhadap masyarakat. Kedua, dugaan pengelolaan lahan secara ilegal oleh PT SPT di Kecamatan Sultan Daulat.
Ketua Komisi B DPRK Subulussalam, Hasbullah, dengan tegas meminta klarifikasi dari dinas terkait mengenai legalitas aktivitas PT SPT. Dalam penjelasan yang terungkap, baik BPN maupun Dinas Perizinan memastikan bahwa PT SPT tidak memiliki dasar hukum apapun atas lahan yang mereka kelola.
“BPN menyatakan bahwa sampai saat ini PT SPT tidak pernah mengajukan permohonan hak pengelolaan, apalagi Hak Guna Usaha (HGU). Dinas Perizinan juga tidak pernah menerbitkan izin atas lahan tersebut,” ujar Hasbullah.
Sementara itu, Dinas Pertanahan Subulussalam mengaku tidak memiliki data kepemilikan yang sah atas lahan yang digunakan oleh PT SPT, memperkuat dugaan bahwa perusahaan tersebut beroperasi tanpa legalitas.
Peringatan Keras dan Potensi Konflik Sosial
Hasbullah mengecam tindakan PT SPT sebagai bentuk pelanggaran serius terhadap hukum dan menyebutnya sebagai tindakan “bar-bar” yang bisa memicu konflik sosial di tengah masyarakat. Ia juga menekankan perlunya penindakan tegas dari pemerintah terhadap aktivitas perusahaan yang tidak mematuhi aturan perizinan dan hukum yang berlaku.
Terkait PT Laot Bangko, Hasbullah menyoroti lambannya realisasi pembangunan kebun plasma. Ia memperingatkan bahwa jika permasalahan ini terus dibiarkan, dapat menimbulkan ketegangan berkepanjangan antara perusahaan dan masyarakat penerima manfaat.
“Jika tidak ada penyelesaian dalam waktu dekat, masyarakat yang sudah lama menunggu hak mereka bisa kehilangan kesabaran. Ini juga akan berpotensi menciptakan ketegangan sosial yang tidak kita inginkan,” ujarnya.
Desakan Penyelesaian Sertifikat Plasma
DPRK juga mendesak BPN untuk segera menyelesaikan pendistribusian sertifikat kebun plasma kepada masyarakat paling lambat Juli 2025. Pihak BPN menyatakan komitmennya untuk menjadikan proses ini sebagai prioritas dan akan mempercepat tahapan administrasi yang dibutuhkan.
“Rapat kerja ini menjadi langkah penting dalam memastikan bahwa perusahaan-perusahaan besar mematuhi kewajiban sosial dan hukum, serta melindungi hak-hak masyarakat,” ungkap Hasbullah.
Komitmen DPRK untuk Pengawasan Berkelanjutan
Menutup rapat, H. Mukmin menegaskan bahwa DPRK Subulussalam akan terus mengawal proses ini hingga tuntas.
“Kita tidak boleh membiarkan masyarakat menjadi korban dari kelalaian ataupun pelanggaran hukum oleh korporasi. Semua pihak harus tunduk pada hukum dan menghormati hak-hak masyarakat,” tegasnya.
Raker ini ditutup dengan sejumlah rekomendasi, termasuk audit terhadap legalitas lahan yang dikuasai PT SPT dan percepatan pembangunan kebun plasma oleh PT Laot Bangko. DPRK juga akan mengagendakan rapat lanjutan dalam waktu dekat guna mengevaluasi progres dari pihak-pihak terkait.