ACEH SELATAN | SARANNEWS – DPRK Aceh Selatan melalui Komisi II dan III melakukan rapat tertutup bersama dengan pemerintah Kabupaten Aceh Selatan terkait CSR PT.PSU dan isu lainnya yang berhubungan dengan pertambangan, Selasa 04 Februari 2025 bertempat di ruang Banmus DPRK Aceh Selatan.
Dalam pertemuan tersebut mewakili PJ.Bupati Aceh Selatan hadir asisten II Sekdakab Willy Cahyadi, Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) dan Kabid Pendapatan Hendrisal. Pertemuan ini dilakukan untuk menyikapi isu yang beredar selama ini terkait dengan dana CSR sebesar Rp.500 juta sebagaimana yang tercantum dalam surat penyataan yang ditandatangani komisaris utama PT.PSU Januari 2024 lalu.
Sekretaris Komisi II DPRK Aceh Selatan, Alja Yusnadi saat dihubungi SaranNews Selasa, 04 Februari 2025, mengatakan dari keterangan pihak eksekutif disebutkan pajak dan retribusi dari perusahaan tambang PT. PSU tercatat nihil dan disetorkan ke kas daerah sepanjang puluhan tahun beroperasionalnya perusahaan itu.
“Pajak dan retribusi setorannya ke daerah nol persen sepanjang beroperasionalnya perusahaan itu, karena memang tidak ada dasar aturan yang membolehkan daerah untuk menagihnya,” kata Alja Yusnadi.
Lebih lanjut, sebut Alja, terkait corporate social responsibility (CSR), diakui oleh Pemkab Aceh Selatan ada kesepakatan dengan PT. PSU tahun 2024 lalu sebesar Rp500 juta yang hingga kini belum disetorkan ke kas daerah. Namun yang jadi persoalannya adalah dasar serta aturan yang membolehkan pihak perusahaan menyetorkan dana CSR ke kas daerah belum ditemukan sampai saat ini.
Begitupun , CSR merupakan tanggungjawab sosial perusahaan kepada masyarakat terdampak langsung dari operasional perusahaan dimaksud.
“Jika merujuk pada Pemkab Aceh Barat, memang ada setoran langsung dari perusahaan ke kas daerah tapi bentuknya bukan CSR melainkan bersifat hibah dari pihak ketiga. Tapi karena ini bersifat hibah, maka jumlahnya pun tidak boleh ditentukan,” jelas politisi Partai Gerindra itu.
Persoalam yang kemudian muncul adalah, Pemerintah KabupayanbAceh Selatan mengaku menghadapi kendala terkait penggunaan fasilitas badan jalan kabupaten yang digunakan untuk perlintasan armada pengangkutan material tambang biji besi milik PT. PSU selama ini.
Sebab, belum ditemukan regulasi yang membolehkan pemerintah daerah membatasi pihak perusahaan yang telah mengantongi legalitas perizinan beroperasi baik dari pemerintah pusat maupun pemerintah provinsi untuk melintasi badan jalan kabupaten.
“Eksistingnya tak ada regulasi itu, tapi seharusnya disaat pihak perusahaan meminta rekomendasi melintasi badan jalan kabupaten tersebut pihak dinas terkait berinisiatif mengkompromikan atau mendiskusikan terkait kontribusi yang akan diterima daerah. Ini yang menjadi sebuah keanehan menurut kami, sebab Komisi III DPRK Aceh Selatan telah memanggil Dinas Perhubungan membahas persoalan ini sebelum tanggal 30 Januari 2025, tapi sayangnya pada tanggal 30 Januari pihak Dinas Perhubungan justru kembali mengeluarkan rekomendasi terkait penggunaan jalan,” ujar mantan anggota DPRK Aceh Selatan 2014-2019 itu.
Itu sebab, dari berbagai kendala dan hambatan yang dihadapi itu, maka dipandang perlu Pemkab bersama DPRK Aceh Selatan segera melakukan penataan ulang pengelolaan tambang di Kabupaten Aceh Selatan.
“Jadi rekomendasi DPRK Aceh Selatan dalam rapat tadi adalah segera dibentuk Qanun CSR dan Qanun Penggunaan badan jalan kabupaten, tentu hal ini membutuhkan waktu untuk di godok dan dilakukan pembahasan secara meraton oleh komisi terkait dengan dinas teknis terkait di jajaran Pemkab Aceh Selatan dengan mempedomani aturan perundang-undangan yang berlaku,” tutup Alja Yusnadi.(*)