SaranNews || Subulussalam – Langkah Wali Kota Subulussalam, H Rasyid Bancin (HRB), yang melaporkan permasalahan Hak Guna Usaha (HGU) PT Laot Bangko ke Menteri Agraria dan Tata Ruang atau Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) RI pada 21 Mei 2025, mendapat dukungan dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat Kota (DPRK) Subulussalam, Ardhi Yanto. Selasa, (3/6/2025).
Anggota Komisi A DPRK Subulussalam, Toto Ujung mengatakan akan melakukan peninjauan langsung ke Divisi II PT Laot Bangko. Lokasi ini merupakan salah satu titik konflik antara perusahaan dan warga terkait adanya kasus pencaplokan lahan warga.
“Peninjauan ini kami lakukan karena adanya laporan dari masyarakat bahwa lahan mereka telah dimasukkan ke dalam areal HGU perusahaan,” ujar Toto saat di wawancarai SaranNews.
Dalam kunjungan tersebut, Toto didampingi oleh seorang konsultan pemetaan dan warga pemilik lahan, Wardi Prandika Cibro. Mereka melakukan observasi titik koordinat serta melakukan reseksi terhadap dua versi peta HGU PT Laot Bangko: versi izin lama dan versi perpanjangan izin terbaru.
Berdasarkan data, HGU PT Laot Bangko pertama kali diterbitkan melalui Surat Keputusan Nomor 18/HGU/1989 tanggal 29 Desember 1989 dengan luas 6.818,91 hektare. Izin tersebut kemudian diperpanjang melalui SK Nomor 15/HGU/KEM-ATR/BPN/II/2021 tertanggal 21 Februari 2021, dengan luas menyusut menjadi 3.704,10 hektare.
Ironisnya, berdasarkan peta izin lama, lahan milik Wardi CS berada di luar area HGU. Namun dalam versi perpanjangan izin, lahan tersebut justru masuk ke dalam konsesi perusahaan.
“Hasil observasi membuktikan bahwa lahan warga sebenarnya berada di luar HGU, tapi pada peta izin baru, lahan itu dicaplok,” tegas Toto.
Toto menyebutkan kondisi ini sangat merugikan warga. Ia juga menerima laporan bahwa masyarakat kerap mendapatkan intimidasi dari oknum perusahaan saat hendak mengelola lahan mereka sendiri. Ia meminta agar Pemerintah Kota Subulussalam segera menindaklanjuti persoalan ini secara serius.
“Warga harus mendapat kepastian hukum. Pemerintah Kota Subulussalam wajib meninjau ulang batas areal HGU dan melindungi hak-hak masyarakat,” tambahnya.
Toto juga mengungkapkan adanya dugaan kuat bahwa PT Laot Bangko menguasai lahan sekitar 60-an hektar wilayah Divisi II di luar konsesi resmi mereka. Ia mendorong agar Wali Kota segera membentuk tim khusus untuk mengusut tuntas masalah ini dan menindaklanjuti laporan ke Kantor Wilayah BPN Aceh.
Sementara itu, Warga Desa Penuntungan, kecamatan Penggalan, Kota Subulussalam, Wardi Prandika Cibro menyampaikan harapannya agar Pemerintah Kota Subulussalam dan DPRK setempat dapat membela hak mereka.
Ia merasa tak berdaya menghadapi tekanan dari pihak perusahaan dan mengaku khawatir akan terpaksa melakukan tindakan di luar batas demi mempertahankan hak atas tanahnya.
“Tolong kami, Pak Dewan. Tolong kami, Pak Wali. Kami hanya ingin hak kami kembali,” ungkap Wardi dengan nada haru.
Peristiwa ini menjadi potret nyata bagaimana persoalan agraria kerap kali tidak hanya menyangkut aspek legalitas formal, tetapi juga menyentuh dimensi sosial dan keadilan. Warga yang selama bertahun-tahun menggantungkan hidup dari hasil pertanian di atas lahan tersebut, kini harus menghadapi kenyataan bahwa hak mereka atas tanah telah dicaplok oleh perusahaan HGU.
Kasus ini menambah daftar panjang konflik agraria yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia. Pemerintah daerah diharapkan segera mengambil langkah tegas untuk memediasi konflik ini dan memastikan hak masyarakat tetap terlindungi.