DKP Aceh Selatan Kehilangan Anggaran Rp8,3 Miliar, Termasuk paket Rp 470 Juta Pokir Anggota Dewan dibatalkan, Efisiensi Anggaran 2025

  • Bagikan
Gambar ilustrasi SN

TAPAKTUAN || Sarannews – Kebijakan efisiensi anggaran yang diberlakukan secara nasional berdampak signifikan terhadap sejumlah program pembangunan di Kabupaten Aceh Selatan, termasuk di sektor kelautan dan perikanan. Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Aceh Selatan tercatat kehilangan anggaran sebesar Rp8,3 miliar lebih akibat kebijakan tersebut.

Pemangkasan ini tidak hanya menyasar anggaran dari APBK, tetapi juga meliputi dana transfer pusat seperti Dana Alokasi Khusus (DAK) Tahun Anggaran 2025. Berdasarkan Surat Edaran Bersama (SEB) Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan RI sebagai tindak lanjut arahan Presiden, seluruh anggaran hibah dan fisik DAK di DKP untuk sementara diblokir atau dicadangkan.

“Semua kegiatan yang telah kita usulkan saat ini tidak bisa dilanjutkan. Namun, kita masih bisa mengusulkan kembali jika anggaran tersedia,” ungkap Plt Kepala DKP Aceh Selatan Hadi Suhaima, S.Pi., M.Si, Selasa (10/6/2025).

Salah satu program yang turut terdampak adalah pembangunan tambak udang vaname untuk Kelompok Pembudidaya Ikan (Pokdakan) Pawoh Vaname di Kecamatan Labuhanhaji. Program senilai Rp470 juta yang bersumber dari APBD Aceh Selatan 2025 yang kabarnya merupakan Program Pokir Anggota DPRK itu secara resmi juga dibatalkan.

Padahal, program tersebut sebelumnya telah dijadwalkan pelaksanaannya pada April 2025 dan telah tercantum dalam Sistem Rencana Umum Pengadaan (SiRUP) Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) dengan kode RUP 58656387.

Konfirmasi pembatalan disampaikan oleh anggota DPRK Aceh Selatan, Zalfazli Z. Ia menyebutkan bahwa informasi itu diterima langsung dari pihak DKP.

Plt Kepala DKP Aceh Selatan membenarkan kabar tersebut. “Benar, program pembangunan tambak vaname di Labuhanhaji untuk Pokdakan Pawoh Vaname dibatalkan karena efisiensi anggaran tahun ini,” jelasnya.

Sebelumnya, masyarakat terutama kelompok pembudidaya telah menerima pemberitahuan bahwa proposal bantuan mereka disetujui dan telah dianggarkan. Kabar pembatalan yang datang secara mendadak menimbulkan kekecewaan dan tanda tanya di kalangan penerima manfaat, mengingat harapan besar telah terlanjur disematkan pada program tersebut.

Kebijakan efisiensi ini menjadi tantangan tersendiri bagi daerah, terutama dalam mendorong sektor produktif seperti perikanan budidaya. Pemerintah daerah diharapkan dapat mengupayakan solusi alternatif agar program-program strategis tetap dapat berjalan di tengah pengetatan fiskal nasional.

Tanggapan Publik : Efisiensi Anggaran Jangan Bunuh Harapan Masyarakat Pesisir

Lembaga Forum Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (LSM FORMAKI) menyayangkan dengan serius dampak kebijakan efisiensi anggaran nasional yang menyebabkan hilangnya anggaran sebesar Rp8,3 miliar di Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Aceh Selatan, termasuk diantaranya pembatalan program pembangunan tambak udang vaname senilai Rp470 juta untuk Pokdakan Pawoh Vaname di Labuhanhaji.

Pertama, efisiensi anggaran memang merupakan kewenangan pusat, namun implementasinya di daerah harus mempertimbangkan aspek keadilan sosial dan keberpihakan pada kelompok rentan, khususnya masyarakat pesisir dan nelayan kecil. Program seperti tambak vaname bukan sekadar proyek fisik, melainkan bagian dari penguatan ekonomi lokal dan kemandirian pangan. Pembatalan secara mendadak, setelah sebelumnya disetujui dan diumumkan di SiRUP, menimbulkan trauma kebijakan dan krisis kepercayaan publik terhadap pemerintah.

Kedua, kami mempertanyakan kenapa program yang sudah masuk dalam proses pengadaan dan memiliki dampak langsung terhadap kesejahteraan rakyat justru yang dibatalkan lebih dulu? Apakah ada upaya pemerintah daerah untuk melobi agar program-program strategis seperti ini tetap dilindungi dari efisiensi? Jika tidak ada, maka ini mencerminkan lemahnya keberpihakan dan advokasi anggaran dari eksekutif daerah.

Ketiga, pemerintah daerah dan DPRK tidak boleh pasif. Mereka harus mendorong transparansi kebijakan efisiensi dan mengupayakan solusi alternatif, seperti refocusing anggaran dari kegiatan seremonial, perjalanan dinas, dan belanja nonprioritas lainnya. Jangan sampai kelompok produktif seperti Pokdakan menjadi korban, sementara anggaran tak langsung tetap aman.

Keempat, kami meminta Bupati Aceh Selatan untuk segera menyiapkan langkah pemulihan, termasuk revisi APBK jika memungkinkan, atau mengusulkan program serupa dalam perubahan anggaran. Jangan biarkan program yang sudah menumbuhkan harapan rakyat dibatalkan tanpa tanggung jawab politik dan sosial.

Efisiensi bukan alasan untuk mengabaikan keadilan anggaran. Kami akan terus memantau dan mendesak akuntabilitas atas setiap kebijakan yang menyangkut hajat hidup masyarakat kecil, disampaikan ketua FORMAKI melalui juru bicaranya Mersal Wandi. (*)

Penulis: AlzamEditor: Redaksi
  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *