SaranNews || Subulussalam – PT Sawit Panen Terus (SPT) kembali menjadi sorotan publik. Ketua Komisi B DPRK Subulussalam, Hasbullah SKM MKM, mendesak Gubernur Aceh untuk segera mencabut izin operasional PT SPT. Pernyataan ini disampaikan pada Kamis (12/6).
Menurut Hasbullah, penertiban terhadap perusahaan-perusahaan perkebunan yang tidak mematuhi hukum harus ditindak tegas, hukum harus ditegakkan demi mencegah kerusakan lingkungan dan menjaga keseimbangan ekosistem.
Ia menyoroti aktivitas PT SPT di kawasan budidaya ekosistem Leuser (KEL) seluas 484,57 hektare yang dinilai tidak sesuai dengan prinsip pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan.
“Kami menemukan adanya aktivitas PT SPT yang tidak patuh terhadap prinsip-prinsip pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan. Perusahaan ini diduga melakukan perambahan hutan lindung dan praktik illegal logging di sekitar kawasan yang mereka kelola,” ujar Hasbullah.
Hasbullah menambahkan, dampak dari aktivitas tersebut sudah dirasakan langsung oleh masyarakat di daerah aliran Sungai Lae Singgersing, yang mengalami kerusakan akibat perambahan hutan.
Ia juga menyayangkan rusaknya salah satu aset wisata alam Kota Subulussalam, yaitu Air Terjun Silangit-langit. Menurutnya, tindakan PT SPT sangat tidak terpuji dan berpotensi merusak ekosistem lingkungan secara luas.
“Kami meminta kepada Bapak Gubernur Aceh untuk mencabut izin rekomendasi yang diberikan kepada PT SPT terhadap pengelolaan kawasan KEL seluas 484,57 hektare sebagaimana tertuang dalam surat nomor 525/DPMPTSP/625.1/2025 tertanggal April 2025,” tegas Hasbullah.
Hasbullah menjelaskan bahwa dasar permintaan pencabutan izin tersebut karena PT SPT telah melanggar komitmen yang tertuang dalam surat rekomendasi. Beberapa kewajiban yang diabaikan antara lain:
- Melakukan rehabilitasi dan penanaman kembali pada area yang telah dibuka, dengan jarak minimal 100 meter dari sungai.
- Melaksanakan praktik terbaik dalam pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan.
- Tidak melakukan praktik perambahan hutan.
“Semua komitmen itu telah diatur dalam undang-undang, dan tidak dipatuhi oleh PT SPT. Maka dari itu, kami meminta Gubernur Aceh segera mencabut izin tersebut dan menurunkan tim investigasi untuk mengecek sejauh mana kerusakan lingkungan yang terjadi,” pungkas Hasbullah. (*)