Keterlambatan pembayaran jasa tenaga kesehatan di Aceh Selatan bukan sekadar masalah administrasi, tetapi sinyal buruk bagi tata kelola keuangan daerah. Apakah ada yang ditutupi?
Di tengah meningkatnya kebutuhan pelayanan kesehatan masyarakat, ironi justru terjadi di Kabupaten Aceh Selatan.
Hingga saat ini, tenaga kesehatan di RS Pratama dan Puskesmas belum menerima hak mereka sepenuhnya, padahal BPJS Kesehatan sudah melakukan transfer dana klaim ke pemerintah daerah.
Lalu, pertanyaannya: ke mana dana tersebut mengalir?
Kasus ini bukan sekadar keterlambatan biasa, tetapi mengindikasikan adanya dugaan penyalahgunaan atau setidaknya, tata kelola keuangan daerah yang buruk.
Jika dana yang sudah jelas peruntukannya tidak disalurkan tepat waktu, berarti ada sesuatu yang tidak beres di balik administrasi keuangan pemerintah daerah.
Kesejahteraan Nakes, Pelayanan Publik, dan Hak yang Terabaikan
Tenaga kesehatan adalah garda terdepan dalam memastikan masyarakat mendapatkan layanan kesehatan yang layak.
Keterlambatan pembayaran ini bukan hanya merugikan nakes secara finansial, tetapi juga dapat berdampak pada kualitas pelayanan kesehatan bagi masyarakat.
Bagaimana mungkin tenaga kesehatan bisa bekerja maksimal jika hak mereka sendiri diabaikan?
Apalagi, bukan hanya para nakes yang mempertanyakan keterlambatan ini. Sejumlah anggota DPRK Aceh Selatan pun telah menyuarakan kegelisahan ini, namun tetap belum ada tindakan nyata dari pemerintah daerah untuk menyelesaikan secara tuntas persoalan ini.
Indikasi Penyalahgunaan Dana?
Fakta bahwa BPJS sudah mentransfer dana tetapi masih tertahan di kas daerah menimbulkan dugaan kuat bahwa dana tersebut telah digunakan untuk kepentingan lain.
Dalam banyak kasus di daerah lain, keterlambatan semacam ini sering kali terjadi ketika pemerintah daerah menggunakan dana yang masuk untuk menutup defisit atau membiayai kebutuhan mendesak lainnya yang tidak ada hubungannya dengan peruntukan awal.
Jika benar demikian, maka ini adalah bentuk pelanggaran serius. Dana BPJS adalah dana publik yang harus digunakan sesuai mekanisme yang telah ditetapkan, bukan menjadi ‘celengan’ pemerintah daerah untuk kepentingan lain.
Jika tidak segera disalurkan, maka pemerintah daerah patut dipertanyakan integritasnya dalam mengelola keuangan publik.
Tuntutan Transparansi dan Akuntabilitas
Masyarakat dan DPRK harus mendesak pemerintah daerah untuk menjelaskan secara terbuka mengapa dana BPJS yang sudah ditransfer belum disalurkan kepada tenaga kesehatan.
Langkah yang bisa ditempuh antara lain:
Pemerintah Kabupaten Aceh Selatan harus segera memberikan laporan transparan mengenai status dana BPJS dan alasan keterlambatan pencairannya.
DPRK Aceh Selatan harus segera menggelar rapat dengar pendapat (RDP) untuk meminta pertanggungjawaban dari eksekutif.
Jika tidak ada kejelasan, LSM dan masyarakat bisa mengajukan permintaan audit oleh BPK atau melaporkan dugaan penyimpangan ke Kejaksaan Negeri.
Publik harus aktif bersuara melalui media dan sosial media agar isu ini mendapat perhatian lebih luas.
Jangan Biarkan Ketidak adilan Ini Terus Berlanjut
Jika hari ini kita diam, maka ketidakadilan ini bisa menjadi preseden buruk bagi pengelolaan dana publik di masa depan. Pemerintah daerah harus sadar bahwa mereka memegang amanah rakyat.
Jika dana BPJS yang sudah jelas peruntukannya saja masih tertahan tanpa kejelasan, bagaimana dengan dana-dana publik lainnya?
Aceh Selatan tidak boleh menjadi contoh daerah yang gagal dalam mengelola keuangan. Transparansi dan akuntabilitas harus ditegakkan.
Jika tidak, maka ini bukan hanya tentang hak tenaga kesehatan yang dirampas, tetapi juga tentang kepercayaan publik yang semakin terkikis terhadap pemerintah daerah.
Saatnya bersuara, saatnya bertindak
SARBUNIS (Koordinator YGHL)