Surat dengan nomor 900/291 perihal efisiensi anggaran APBK T.A 2025 yang ditandatangani Bupati Aceh Selatan H.Mirwan itu ditujukan kepada para kepala SKPK dalam lingkungan pemerintah kabupaten Aceh Selatan. Isinya, melakukan penyesuaian belanja dalam rangka efisiensi APBK tahun anggaran 2025.
Ada enam point penting yang disampaikan dalam surat tersebut dalam rangka menindak lanjuti intruksi presiden (Inpres) Nomor 1 tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja Dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2025.
Di point pertama, mengurangi belanja ATK dan cetak sebesar 50 persen. Kedua, mengurangi perjalanan dinas hingga 50 persen juga.
Ketiga, mengurangi atau membatasi belanja honorium tim pelaksana kegiatan dan honorium admin atau operator aplikasi.Keempat, mengurangi atau membatasi kegiatan bimbingan teknis yang bersumber dari DAU dan PAD.
Lalu yang kelima, mengurangi atau membatasi kegiatan kerjasama media,dan yang keenam mengurangi gaji tenaga kontrak sebesar 70 persen.
Masalah muncul di point f, yang disinyalir merugikan tenaga kontrak yang selama ini telah bekerja di SKPK dalam lingkungan pemerintah kabupaten Aceh Selatan.
Begitupun, pemotongan 70 persen pendapatan tersebut dinilai terlalu berat dan merugikan para tenaga kontrak. Sebab, di usia pemerintahan Bupati dan Wakil Bupati Aceh Selatan H.Mirwan dan Baital Mukadis yang belum mencapai 100 hari publik dibuat terkejut dengan kebijakan tak populis itu.
Itu sebab, kritikan dan permintaan untuk meninjau kembali kebijakan tersebut disuarakan oleh berbagai pihak di Aceh Selatan seperti LSM, Mahasiswa dan tokoh masyarakat.
Jika merujuk kembali ke visi dan misi pasangan dengan jargon MANIS tersebut, salah satunya adalah peningkatan kesejahteraan ASN dan tenaga kontrak/honorer di Kabupaten Aceh Selatan.
Benar dan fakta yang terjadi saat ini, kondisi keuangan daerah sedang tidak baik-baik saja akibat defisit anggaran yang sedang melanda. Dan salah satu langkah strategis yang harus dilakukan segera adalah efisiensi anggaran APBK Tahun 2025.
Namun, mengurangi 70 persen gaji tenaga kontrak juga bukanlah langkah yang bijak. Sebab, akan ada pihak yang terpijak dengan kebijakan tersebut.
Sebagai contoh misalnya, jika ada tenaga kontrak yang selama ini mendapatkan honor Rp. 1 juta perbulan, dengan keluarnya kebijakan tersebut, maka akan mendapatkan honor Rp.300 ribu per bulan.
Begitupun, kebijakan ini sebenarnya bukan hanya soal efesiensi anggaran saja, tetapi lebih dari itu, ini menyentuh aspek keadilan sosial.
Bagaimana nasib para tenaga kontrak yang selama ini memang bergantung dari pendapatan tersebut.Sekali lagi, ini bukan hanya soal efesiensi anggaran, tapi lebih dari itu, ini soal kemanusiaan.
Benar memang, kebijakan tak populis ini akan membantu mengurangi defisit anggaran yang terjadi saat ini. Konon kabarnya, defisit anggaran hampir mencapai angka Rp.100 miliar lebih.
Sebagai contoh, jika setiap bulannya fulus APBK yang dikeluarkan untuk membayar gaji tenaga kontrak Rp. 3 milliar misalnya, maka ada efisiensi anggaran sekitar Rp.25,2 milliar setiap tahun nya.
Tapi, apakah tidak ada jalan lain yang bisa dilakukan selain memangkas gaji tenaga kontrak tersebut. Atau rumahkan saja semua tenaga kontrak yang ada sebagai mana yang dilakukan beberapa daerah di Indonesia.
Semoga Bupati Aceh Selatan dapat meninjau ulang kebijakan tersebut dan Aceh Selatan Maju dan Produktif akan terwujud sebagai mana yang di cita-citakan. (Red)