BANDA ACEH | SARANNEWS – Sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Aceh yang tergabung dalam Panitia Khusus (Pansus) Daerah Pemilihan (Dapil) IX dilaporkan telah melakukan kunjungan kerja. Kegiatan ini bertujuan untuk mengawasi langsung sejumlah proyek yang didanai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) Tahun Anggaran 2024 di wilayah mereka.
Informasi mengenai kunjungan pengawasan ini justru tidak datang dari rilis resmi Sekretariat DPR Aceh, melainkan dari unggahan pribadi salah seorang anggota dewan, Dony Arega Rajes. Melalui akun media sosialnya, politisi dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini mempublikasikan sejumlah foto kegiatannya bersama rekan-rekannya saat berada di Kota Subulussalam dan Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya). Dapil IX sendiri mencakup empat kabupaten/kota, yaitu Aceh Selatan, Aceh Barat Daya, Subulussalam, dan Aceh Singkil.
Dalam salah satu unggahannya, Dony Arega Rajes juga menyertakan detail beberapa proyek yang menjadi objek pengawasan, di antaranya adalah rehabilitasi ruang tunggu Terminal Tipe B Aceh Selatan, pembangunan pagar makam pahlawan di kabupaten yang sama, serta peningkatan ruas jalan lintas Aceh Selatan menuju Rundeng di Kota Subulussalam.
Di satu sisi, inisiatif yang dilakukan oleh anggota dewan secara pribadi untuk mempublikasikan kinerjanya patut diapresiasi sebagai bentuk tanggung jawab kepada konstituennya. Namun, di sisi lain, hal ini secara tidak langsung menyoroti sebuah persoalan yang lebih besar, yaitu lemahnya transparansi DPR Aceh sebagai sebuah lembaga.
Muncul pertanyaan mendasar: mengapa kegiatan sepenting pengawasan penggunaan uang rakyat ini harus diketahui publik melalui akun pribadi seorang anggota dewan, bukan melalui kanal komunikasi resmi lembaga itu sendiri? Seharusnya, Sekretariat DPR Aceh atau bagian hubungan masyarakat memiliki mekanisme untuk mempublikasikan seluruh agenda dan hasil kerja para wakil rakyat secara berkala dan mudah diakses oleh siapa pun.
Ketergantungan pada unggahan personal membuat informasi menjadi sporadis, tidak terstruktur, dan berpotensi subjektif. Publik berhak mendapatkan informasi yang utuh dan resmi mengenai kinerja lembaga legislatif, bukan sekadar potongan-potongan informasi dari inisiatif perorangan. Ketiadaan publikasi yang terpusat dan rutin dari lembaga dewan dapat menimbulkan persepsi bahwa kegiatan pengawasan hanya formalitas dan minim akuntabilitas. Sudah saatnya DPR Aceh membenahi sistem komunikasinya agar setiap kegiatan, terutama yang menyangkut pengawasan anggaran, dapat diketahui publik secara transparan dan berkelanjutan.[Red]