BANDA ACEH | SARANNEWS – Program Gerakan Pangan Murah yang menyalurkan beras murah di Banda Aceh dan Aceh Besar kini dipusatkan melalui enam titik distribusi Kantor Pos. Dua titik berada di Banda Aceh—Pos Kuta Alam dan Pos Setui—sementara empat titik lain berlokasi di Aceh Besar, yakni Pos Darul Kalam, Sibreh, Krueng Raya, dan Indrapuri.
Pak Dika, perwakilan Kantor Pos di lokasi Kuta Alam, menjelaskan bahwa hingga kini penyaluran sudah mencapai sekitar 350 paket beras. “Satu ton itu setara dengan 200 paket. Terakhir saya lihat sudah tersalur sekitar 350 paket,” ujarnya. Setiap paket berisi 5 kilogram beras dengan pembelian maksimal dua paket per hari per orang menggunakan KTP.
Harga beras yang ditetapkan Kantor Pos adalah Rp65.500 per paket, sesuai dengan harga eceran tertinggi (HET) Bulog. Namun, harga ini dinilai menjadi kendala utama karena di titik distribusi lain, seperti TNI dan Polri, beras dapat dijual lebih murah, antara Rp60.000 hingga Rp62.000 per paket. “Targetnya besar, seharusnya masing-masing dua ton per dua minggu. Jadi total 12 ton. Tapi realisasi masih kurang karena harga Pos lebih tinggi,” ungkapnya.
Meski sifatnya merupakan penugasan pemerintah, mekanisme agen Bulog tetap berlaku. Kantor Pos harus mendaftar resmi sebagai pengecer dan menandatangani MoU dengan pusat. Pak Dika menegaskan bahwa harga tidak bisa diturunkan secara lokal karena ditentukan langsung oleh kantor pusat.
Program ini dijadwalkan berlangsung hingga Desember 2025 sesuai kesepakatan pemerintah dengan BUMN. Namun, capaian distribusi masih jauh dari target akibat disparitas harga yang dirasakan masyarakat.
Di sisi lain, kegiatan ini juga melibatkan mahasiswa yang sedang melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Kantor Pos Kuta Alam, antara lain Nazifa Olivia, Giroth, Liriana, Apriliana dari SMA Negeri 1 Banda Aceh, yang ikut berperan dalam mendukung kelancaran distribusi beras murah kepada warga.
Penyaluran beras murah melalui Kantor Pos menjadi bagian dari upaya menekan inflasi pangan, tetapi perbedaan harga antar-mitra Bulog menimbulkan pertanyaan serius soal efektivitas kebijakan dan keadilan distribusi. [red]