SaranNews | Aceh Besar – Forum Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (FORMAKI) mempertanyakan keterlambatan pelaksanaan proyek Revitalisasi Puskesmas Seulimeum, Kabupaten Aceh Besar, yang hingga awal September 2025 belum juga dimulai meski kontraknya telah ditandatangani sejak akhir Juli 2025.
Investigasi lapangan yang dilakukan FORMAKI pada 2–3 September 2025 menemukan bahwa bangunan lama Puskesmas Seulimeum masih berdiri tanpa ada aktivitas konstruksi. Padahal, data LPSE/SPSE menunjukkan bahwa paket pekerjaan Revitalisasi Puskesmas Seulimeum (OTSUS) sudah melewati seluruh tahapan tender. Pemenang tender diumumkan pada 4 Juli 2025 dan kontrak diteken pada 9–22 Juli 2025.
Ironisnya, meskipun pekerjaan fisik belum dimulai, pihak Puskesmas telah menghentikan pelayanan rawat inap, persalinan, dan UGD, sehingga masyarakat hanya bisa mengakses pelayanan rawat jalan. Kondisi ini membuat warga Seulimeum kehilangan akses layanan kesehatan dasar yang vital.
“Ini jelas menimbulkan pertanyaan besar. Apakah kendala ada di pihak rekanan atau di birokrasi SKPK/PPK? Publik berhak tahu, karena anggaran yang digunakan adalah uang rakyat dan langsung berdampak pada pelayanan kesehatan,” tegas Ketua FORMAKI, Ali Zamzam, Rabu (3/9/2025).
Sorotan Serapan Anggaran dan Peredaran Uang di Masyarakat, Selain pelayanan publik yang terganggu, FORMAKI juga menyoroti aspek serapan anggaran daerah. Menurut Ali Zamzam, keterlambatan proyek bukan hanya berdampak pada terhambatnya fasilitas kesehatan, tetapi juga memengaruhi peredaran uang di masyarakat.
“Setiap proyek pembangunan yang berjalan akan menciptakan efek ekonomi, mulai dari tenaga kerja lokal, pembelian material, hingga jasa pendukung. Keterlambatan pelaksanaan proyek berarti perputaran uang yang semestinya sudah beredar di masyarakat ikut tertahan. Ini menurunkan daya serap anggaran daerah dan merugikan ekonomi lokal,” jelasnya.
FORMAKI menilai bahwa kondisi ini berpotensi menambah masalah klasik rendahnya realisasi anggaran di Kabupaten Aceh Besar pada triwulan berjalan. Bila proyek-proyek strategis terlambat dimulai, maka target pembangunan dan pertumbuhan ekonomi juga ikut meleset.
Sebagai tindak lanjut, FORMAKI telah melakukan konfirmasi resmi kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Besar, meminta penjelasan terkait penerbitan SPMK, alasan keterlambatan mobilisasi pekerjaan, serta langkah mitigasi yang ditempuh agar masyarakat tetap mendapat pelayanan kesehatan.
“Kami akan terus mengawal kasus ini. Jika dalam waktu yang wajar tidak ada kejelasan, kami akan mendorong DPRK Aceh Besar melakukan RDP dengan Dinas Kesehatan dan rekanan, serta melaporkan temuan ini kepada aparat pengawas eksternal, termasuk Inspektorat dan BPKP,” tambah Ali Zamzam.
FORMAKI menegaskan agar proyek revitalisasi ini segera dijalankan, bukan saja demi ketersediaan layanan kesehatan dasar, tetapi juga demi kepentingan ekonomi masyarakat melalui percepatan serapan anggaran.
Redaksi sudah berupaya konfirmasi ke Pihak Dinas terkait, namun hingga berita ini diturunkan belum mendapat jawaban dan tanggapan, walau pesan WhatsApp sudah terkirim dan diterima dengan centrang dua.[red]