BANDA ACEH | SARANNEWS – Aliansi Masyarakat dan Mahasiswa Peduli Aceh (ALMAPA) menyoroti kebijakan mutasi 41 pejabat eselon III di lingkungan Pemerintah Kabupaten Aceh Selatan yang baru-baru ini dilakukan oleh bupati terpilih. Aliansi tersebut menilai, tanpa adanya reformasi sistem yang mendasar, perombakan pejabat tersebut berisiko hanya menjadi “terapi kejut kosmetik” dan bukan solusi atas masalah tata kelola yang telah mengakar.
Dalam siaran pers yang diterima Sarannews pada Kamis (28/8/2025), ALMAPA membeberkan data serapan anggaran yang dinilai menjadi bukti nyata lemahnya kinerja birokrasi di Aceh Selatan. Koordinator ALMAPA, Khairul Badri, S.IP, mengungkapkan bahwa angka-angka tersebut tidak bisa berbohong.
“Data realisasi anggaran per 28 Agustus 2025 melukiskan gambaran yang suram. Realisasi DAK Fisik, yang krusial untuk pembangunan, baru mencapai 6.86% , sementara realisasi DAU Bidang Pekerjaan Umum bahkan berada di titik 0.00%. Ini adalah bukti kegagalan eksekusi dan manajemen proyek yang harus segera disembuhkan,” ujar Khairul Badri.
ALMAPA mengapresiasi langkah bupati yang menargetkan pos-pos teknis di BPKD dan Dinas PUPR. Namun, kebijakan tersebut dinilai baru menyentuh level manajer menengah atau “masinis” dalam mesin birokrasi, sementara para “nakhoda” atau pejabat eselon II setingkat Kepala Dinas belum tersentuh.
“Kebijakan ini baru merombak para ‘masinis’ di ruang mesin birokrasi. Lalu, bagaimana dengan para ‘nakhoda’ yang bertanggung jawab penuh atas arah dan kinerja SKPK-nya? Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK adalah instrumen paling sah untuk mengevaluasi kinerja para Kepala Dinas, dan publik berhak bertanya kapan Bupati akan menggunakannya untuk mengambil tindakan tegas,” tegas Khairul.
Selain itu, ALMAPA juga mengkritik pendekatan yang hanya berfokus pada pergantian personel tanpa adanya perbaikan sistem secara menyeluruh. Menurut Khairul, pejabat baru yang kompeten sekalipun akan lumpuh jika masih terjebak dalam sistem yang tidak efisien.
“Apa gunanya mengganti orang jika sistem perencanaan anggaran masih lemah, proses lelang berbelit-belit, dan pengawasan internal mandul? Tanpa reformasi sistem, pejabat baru hanya akan mengulang kegagalan pendahulunya,” tambahnya.
Sebagai bentuk kritik solutif, ALMAPA mendesak Bupati Aceh Selatan untuk segera mengambil langkah lanjutan, di antaranya menggunakan LHP BPK sebagai alat evaluasi kinerja pejabat eselon II, membuat kontrak kinerja baru dengan target yang jelas, mereformasi total sistem pengadaan barang dan jasa, serta memperkuat peran Inspektorat.
“Kami akan terus mengawal setiap kebijakan yang diambil. Publik tidak akan terkesan hanya dengan seremoni pelantikan, tetapi akan menunggu bukti nyata berupa perbaikan angka serapan anggaran dan peningkatan kualitas pelayanan publik,” tutupnya.[AW]