LHP BPK Jadi Bukti Awal, FORMAKI Desak Kejati dan Polda Aceh Segera Usut Dugaan Korupsi Berjamaah

  • Bagikan

BANDA ACEH – Sarannews | Forum Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (FORMAKI) mendesak aparat penegak hukum (APH) untuk segera mengusut tuntas temuan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK atas Laporan Keuangan Pemerintah Aceh Tahun 2024. FORMAKI menilai, di balik opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) yang diraih, LHP tersebut justru membentangkan peta rinci dugaan korupsi sistemik yang terjadi di berbagai Satuan Kerja Perangkat Aceh (SKPA).

Ketua umum FORMAKI, Alizamzam, menyatakan bahwa temuan yang berulang setiap tahun adalah bukti bahwa rekomendasi BPK tidak pernah dianggap serius dan ada arogansi kekuasaan yang merasa kebal hukum.

“Opini WTP itu ilusi optik yang menipu. Laporan BPK ini adalah lonceng kematian bagi tata kelola keuangan Aceh. Ini bukan lagi kelalaian, tapi sudah mengarah pada niat jahat untuk menyelewengkan uang rakyat,” tegas Alizamzam dalam siaran pers yang diterima Sarannews, Rabu (27/8/2025).

FORMAKI menyoroti beberapa temuan kritis yang menjadi bendera merah potensi korupsi. Salah satunya adalah modus “realisasi belanja modal tidak sesuai kondisi” yang ditemukan pada Dinas Tenaga Kerja, DPMG, BPBA, dan DP3A. Menurut FORMAKI, istilah tersebut adalah bahasa halus auditor untuk dugaan kuat adanya proyek fiktif, mark-up harga, atau pengadaan barang berkualitas rendah.

Selain itu, kelebihan pembayaran perjalanan dinas yang terjadi hampir di semua SKPA dinilai bukan lagi kesalahan administrasi, melainkan cara untuk menciptakan dana ilegal.

“Ini adalah modus bancakan uang perjalanan dinas. Di saat rakyat susah, pejabat justru memanipulasi pertanggungjawaban untuk kepentingan pribadi,” kritiknya.

Sektor kesehatan juga tak luput dari sorotan tajam. Rendahnya penyerapan anggaran belanja modal Dinas Kesehatan yang hanya 59,83% dianggap sebagai pengkhianatan terhadap hak rakyat atas layanan kesehatan yang layak. FORMAKI mencurigai ini adalah strategi buruk agar terjadi Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SILPA) yang penggunaannya bisa “diatur” di kemudian hari.

Kondisi tiga rumah sakit BLUD, yakni RSUDZA, RS Jiwa, dan RSIA, disebut sakit parah. Adanya piutang miliaran rupiah yang tak tertagih, utang menumpuk, hingga temuan obat kedaluwarsa menjadi cerminan kegagalan manajemen yang berpotensi merugikan negara.

Menyikapi hal ini, FORMAKI secara tegas menyampaikan tiga tuntutan utama.

“Pertama, kami mendesak Kejati Aceh dan Polda Aceh untuk membentuk tim khusus dan menjadikan LHP BPK ini sebagai bukti permulaan untuk memulai penyelidikan tindak pidana korupsi. Jangan menunggu laporan,” ujar Alizamzam.

Kedua, FORMAKI mendorong DPRA, khususnya Komisi V, untuk menunjukkan komitmennya dalam mengawal pemerintahan baru yang bersih. Caranya adalah dengan meningkatkan fungsi pengawasan dari RDP seremonial menjadi sebuah pengawasan khusus yang mendalam. DPRA dapat membentuk Tim Pengawas atau Panitia Kerja (Pokja) untuk memastikan seluruh temuan BPK ditindaklanjuti secara serius oleh mitra kerja terkait, sebagai wujud dukungan legislatif terhadap upaya bersih-bersih di internal eksekutif.

Ketiga, FORMAKI menaruh harapan besar pada Gubernur baru untuk membuat gebrakan awal. Momen ini adalah kesempatan emas bagi Gubernur untuk menunjukkan kepemimpinan yang tegas dengan melakukan evaluasi total dan penyegaran terhadap para Kepala SKPA yang terbukti memiliki kinerja buruk berdasarkan LHP BPK. Membersihkan birokrasi dari pejabat bermasalah peninggalan masa lalu adalah langkah krusial untuk memastikan visi dan program kerja Gubernur yang baru tidak tersabotase oleh praktik-praktik lama.

“Publik Aceh sudah muak dengan drama korupsi yang tak berkesudahan. Jika temuan BPK ini tidak ditindaklanjuti dengan langkah nyata, maka sama saja kita semua membiarkan Aceh terus-menerus dirampok oleh para pejabatnya sendiri,” tutup Ali. (TIM)

Penulis: Mersal WandiEditor: Redaksi
  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *