Menggugat Akuntabilitas: Sejauh Mana Gerakan Sipil Mengawal Temuan BPK?

  • Bagikan

Banda Aceh – Sarannews | Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas Laporan Keuangan Pemerintah Kota Banda Aceh Tahun 2024 telah dirilis sejak 21 Mei 2025. Sebagaimana mestinya, laporan ini disambut dengan reaksi cepat dari elemen masyarakat sipil. Aksi unjuk rasa oleh sejumlah elemen Mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa dan Pemuda Anti Korupsi (ALAMP AKSI) Kota banda Aceh beberapa waktu yang lalu, dan advokasi berkelanjutan oleh Forum Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (FORMAKI) menjadi penanda bahwa denyut nadi pengawasan publik masih berdetak. Mereka menuntut pertanggungjawaban atas temuan-temuan krusial, terutama yang menyangkut potensi kerugian negara.

Puncaknya, desakan ini berhasil mendorong transparansi dari Pemerintah Kota. Melalui surat jawaban Walikota Banda Aceh tertanggal 12 Agustus 2025, publik akhirnya mendapat konfirmasi resmi: dari total temuan yang wajib disetor sebesar Rp1.923.226.030,81, sebagian telah dikembalikan, namun masih menyisakan tunggakan sebesar Rp655.873.652,80.

Gerakan sipil yang dimotori elemen mahasiswa dan FORMAKI patut diapresiasi. Mereka telah berhasil mengubah temuan audit dari sekadar dokumen teknis menjadi isu publik yang menuntut perhatian. Mereka telah mengawal proses ini hingga terungkap siapa saja yang bertanggung jawab, berapa yang sudah lunas, seperti temuan di Dinas Perkim yang diselesaikan cepat oleh rekanan dan berapa yang masih tersangkut, seperti Dinas PUPR dan terutama sisa kewajiban terbesar di RSUD Meuraxa yang mencapai lebih dari Rp275 juta.

Namun, di sinilah pertanyaan besar harus kita ajukan: sudah sampai di mana gerakan sipil ini, dan mengapa api pengawasan ini seolah hanya menyala di tangan segelintir kelompok?

Tenggat waktu 60 hari bagi Pemko untuk menindaklanjuti rekomendasi BPK telah lama lewat dari tanggal jatuh tempo pada bulan Juli 2025. Kelalaian ini adalah pelanggaran hukum yang nyata, bukan lagi sekadar isu administratif. Ironisnya, di tengah fakta seterang ini, panggung pengawasan publik terasa sepi. Kita di redaksi Sarannews.net mempertanyakan kepedulian dari berbagai elemen masyarakat lainnya yang seharusnya menjadi pilar utama demokrasi dan akuntabilitas.

Di manakah suara para politisi di Dewan Perwakilan Rakyat Kota (DPRK) Banda Aceh? LHP BPK adalah alat pengawasan paling sahih yang mereka miliki untuk mengevaluasi kinerja eksekutif. Mengapa temuan ini tidak menjadi agenda utama dalam rapat-rapat dengar pendapat? Mengapa fungsi legislatif dalam mengawasi uang rakyat terkesan tumpul?

Di manakah para akademisi dari berbagai universitas di Aceh? Kampus adalah menara gading yang seharusnya menerangi publik dengan analisis tajam mengenai tata kelola pemerintahan, hukum administrasi negara, dan akuntansi sektor publik. Publik menunggu kajian dan pandangan para pakar untuk memperdalam diskursus, bukan sekadar keheningan yang membiarkan isu ini menguap.

Di manakah para praktisi, asosiasi pengusaha, dan konsultan profesional? Mereka adalah bagian dari ekosistem pengadaan barang dan jasa. Bukankah tata kelola yang bersih adalah kepentingan mereka bersama untuk menciptakan iklim usaha yang adil dan kompetitif?

Dan yang paling krusial, di manakah inisiatif proaktif dari institusi hukum? Apakah Kejaksaan dan Kepolisian memandang temuan BPK ini hanya sebagai data pasif? Atau sudahkah ini menjadi dasar penyelidikan untuk menelusuri ada atau tidaknya unsur pidana korupsi tanpa harus menunggu bola panas dilempar oleh laporan masyarakat?

Gerakan yang dibangun oleh mahasiswa dan FORMAKI adalah percikan api yang sangat penting. Mereka telah membuktikan bahwa pengawasan publik bukanlah hal yang mustahil. Namun, api ini akan padam jika hanya mereka yang meniupnya. Mengawal tindak lanjut temuan BPK hingga tuntas adalah tanggung jawab kolektif. Ini adalah momentum untuk menguji kesehatan sipil kita sebagai sebuah masyarakat.

Jika hanya mahasiswa dan satu LSM yang bersuara, sementara yang lain bungkam, maka akuntabilitas yang kita cita-citakan hanyalah ilusi. Perjuangan ini belum selesai, bahkan baru saja dimulai.[]

Oleh: Redaksi Sarannews.net

Penulis: ZamzamiEditor: Redaksi
  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *