BANDA ACEH | SaranNews – Pelaksanaan proyek Peningkatan Saluran Drainase di Jalan Cot Banin, Lambhuk, yang terkesan amburadul, ternyata bukan sekadar kelalaian sesaat. Proyek senilai Rp 719,5 juta ini telah membuka kotak pandora yang menunjukkan adanya masalah pengawasan sistemik dan berulang di tubuh Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Banda Aceh.
Kondisi ini diperparah dengan terungkapnya fakta bahwa Dinas PUPR merupakan instansi dengan tunggakan pengembalian kerugian negara terbesar dari temuan audit BPK tahun lalu. Atas rentetan kegagalan ini, Forum Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (FORMAKI) secara resmi mendesak Wali Kota Banda Aceh untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kinerja Kepala Dinas PUPR.
Berawal dari Temuan di Lapangan, Kisah ini bermula dari investigasi LSM FORMAKI yang menemukan sejumlah kejanggalan pada proyek yang dikerjakan oleh CV. Aceh Putra Mandiri tersebut. Temuan itu kemudian diverifikasi langsung oleh Sarannews pada Kamis (21/8/2025), yang mendapati fakta-fakta mengkhawatirkan:
- Nihil Transparansi: Tidak ada papan informasi proyek yang memuat detail anggaran, waktu, dan pelaksana.
- Tanpa Pengawasan: Tidak ada satu pun personil inti dari kontraktor maupun konsultan pengawas di lokasi. Pekerjaan hanya diserahkan kepada mandor dan para pekerja.
- Praktik Konstruksi Diragukan: Pengecoran lantai saluran dilakukan dalam genangan air, sebuah metode yang berisiko menurunkan kualitas beton secara drastis.
- Pengabaian K3: Para pekerja tidak dibekali Alat Pelindung Diri (APD) yang lengkap, padahal anggarannya jelas tercantum dalam Rencana Anggaran Biaya (RAB) proyek.
Pihak konsultan pengawas, Syarbaini, yang dihubungi via telepon, justru memberikan jawaban yang terkesan lepas tangan. Ia mengaku telah mengarahkan pemasangan papan proyek namun tak tahu realisasinya, dan tidak bisa menjelaskan masalah teknis dengan dalih akan berkoordinasi dahulu dengan pelaksana. Janjinya untuk mengirim dokumen Kurva S pun tidak ditepati hingga berita ini diturunkan.
Pola yang Berulang dari Tahun Lalu, Masalah ini ternyata bukan barang baru. Dokumen surat resmi Wali Kota Banda Aceh kepada FORMAKI, Nomor 900/0822/2025, tertanggal 12 Agustus 2025, secara gamblang menunjukkan rekam jejak buruk Dinas PUPR pada tahun anggaran 2024.
Dalam surat balasan atas desakan FORMAKI terkait tindak lanjut LHP BPK itu, terlampir rekapitulasi temuan BPK yang harus disetor kembali ke kas daerah. Data tersebut mengejutkan:
- Pada tahun 2024, BPK menemukan adanya “Kekurangan Volume dan Ketidaksesuaian Spesifikasi Teknis” pada belasan paket pekerjaan konstruksi di bawah Dinas PUPR.
- Hingga Agustus 2025, Dinas PUPR tercatat masih memiliki tunggakan pengembalian kerugian daerah terbesar di antara semua OPD di Banda Aceh, yakni sebesar Rp 314.461.876,50 yang berasal dari temuan kekurangan volume pada tiga paket pekerjaan konstruksi.
FORMAKI Desak Evaluasi Kepala Dinas, Melihat adanya benang merah antara kegagalan pengawasan di masa lalu yang menyebabkan kerugian negara dan praktik serupa yang terulang di tahun 2025, FORMAKI menyimpulkan ini adalah masalah kepemimpinan dan manajerial.
Dalam pernyataan resminya, FORMAKI mendesak Wali Kota Banda Aceh, Illiza Sa’aduddin Djamal, untuk segera mengevaluasi total kinerja Kepala Dinas PUPR. Menurut FORMAKI, lemahnya pengawasan yang terus berulang ini tidak bisa lagi ditoleransi karena berisiko tinggi menghasilkan infrastruktur berkualitas rendah dan terus menggerus keuangan daerah.
Kini, bola panas berada di tangan Wali Kota. Publik menantikan langkah konkret untuk membenahi salah satu dinas teknis paling vital di Banda Aceh ini, demi memastikan setiap rupiah anggaran pembangunan benar-benar dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.[red]