Banda Aceh – sarannews | Aroma ketidakberesan dalam pengelolaan keuangan Pemerintah Aceh Tahun 2024 semakin tercium. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI menemukan indikasi kerugian daerah akibat kelebihan pembayaran proyek dan jasa senilai Rp19,29 miliar, belum termasuk potensi tambahan Rp72,97 juta.
Temuan itu tertuang dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI Nomor 18.A/LHP/XVIII.BAC/05/2024 tertanggal 21 Mei 2025, yang mengungkap kelebihan bayar di tiga Satuan Kerja Perangkat Aceh (SKPA) serta biaya jasa pengawasan.
Rincian temuan BPK antara lain: Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman: Rp7.660.875.793,47 tambah potensi termin terakhir Rp72.974.370,52. Dinas Pengairan: Rp1.777.149.982,47 jasa konsultansi pengawasan: Rp1.062.392.704,20.
Menindaklanjuti temuan tersebut, Forum Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (FORMAKI) resmi mengirim surat konfirmasi kepada Gubernur Aceh dan tiga SKPA terkait, meminta jawaban tertulis serta bukti setor ke kas daerah dalam waktu 14 hari kerja.
Ketua FORMAKI, Alizamzam, menegaskan, lembaganya tidak akan tinggal diam jika rekomendasi BPK diabaikan. “Kami ingin memastikan uang rakyat dikembalikan sepenuhnya ke kas daerah. Kalau dalam dua minggu ini tidak ada tindak lanjut nyata, FORMAKI akan membawa persoalan ini ke jalur hukum, baik ke Kejati Aceh maupun Polda Aceh,” tegasnya.
Temuan BPK ini bukan sekadar salah administrasi “ini Bukan Kasus Biasa”. Kekurangan volume pekerjaan, ketidaksesuaian spesifikasi teknis, serta pembayaran melebihi prestasi kerja mengindikasikan adanya unsur penyalahgunaan kewenangan. Menurut UU No. 15 Tahun 2004, rekomendasi BPK wajib ditindaklanjuti maksimal 60 hari sejak laporan diterima. Kegagalan melaksanakan kewajiban ini dapat berujung pada jerat UU Tindak Pidana Korupsi.
FORMAKI juga menyoroti praktik salah klasifikasi anggaran di tiga SKPA yang nilainya fantastis, mencapai ratusan miliar rupiah. Praktik ini dinilai rawan digunakan untuk memanipulasi jenis belanja agar lolos dari prosedur pengadaan yang seharusnya lebih ketat.
Langkah FORMAKI ini dipastikan akan menambah tekanan publik kepada Pemerintah Aceh untuk segera menindaklanjuti temuan BPK. Transparansi hasil pemeriksaan dan komitmen pengembalian kerugian daerah akan menjadi indikator penting integritas pemerintah daerah di mata masyarakat.
“Rakyat Aceh berhak tahu kemana uang daerah mereka digunakan. Setiap rupiah yang keluar tanpa dasar yang sah harus dikembalikan. Tidak ada alasan untuk menunda,” tutup Ketua FORMAKI.[]
(Tim Redaksi Sarannews)