Misteri Pengawas Proyek SDN 66 Banda Aceh: Jejak Digital Nihil, Kualitas Fisik dan Keselamatan Kerja Amburadul. Rekanan Klarifikasi, Kasus Masih Terbuka

  • Bagikan

BANDA ACEH – SaranNews | Sebuah proyek pembangunan ruang belajar di SD Negeri 66 Kota Banda Aceh senilai lebih dari setengah miliar rupiah kini terjerat dalam pusaran masalah serius yang mengakar dari hulu hingga hilir. Investigasi mendalam mengungkap adanya anomali dalam proses penunjukan konsultan pengawas yang tidak meninggalkan jejak digital di portal pengadaan resmi pemerintah (LPSE).

Kejanggalan ini diduga kuat menjadi penyebab utama serangkaian persoalan di lapangan, mulai dari penggunaan material yang tidak sesuai spesifikasi teknis hingga pengabaian terhadap keselamatan kerja.

Konsultan Ada, Tapi Tak Terdata, Di papan nama proyek, tertera jelas nama PT. Farindo Jaya Beurata sebagai Konsultan Pengawas untuk pekerjaan senilai Rp 555.466.435,96 yang dikerjakan oleh CV. Ramai Jaya. Namun, penelusuran hingga akhir Juli 2025 pada laman LPSE Kota Banda Aceh tidak menemukan satu pun paket pengawasan proyek tersebut, baik melalui tender terbuka maupun penunjukan langsung.

Ketiadaan informasi ini merupakan pelanggaran prinsip keterbukaan informasi publik dalam pengadaan, sebagaimana diamanatkan oleh Perpres No. 12 Tahun 2021 dan Peraturan LKPP No. 12 Tahun 2021, yang mewajibkan semua jenis pengadaan termasuk pengadaan langsung ditayangkan melalui SPSE.

Masalah Teknis: Dibongkar Karena Salah Besi, Ketika investigasi lapangan dilakukan oleh tim Sarannews dan FORMAKI, ditemukan bukti bahwa struktur balok beton lantai dua proyek tersebut telah dibongkar ulang. Seorang pekerja menyebut bahwa hal itu disebabkan penggunaan besi polos yang seharusnya adalah besi ulir, bertentangan dengan dokumen teknis.

Ramai Jaya, dalam surat resmi kepada redaksi Sarannews, mengakui kekeliruan teknis tersebut dan menyatakan bahwa: “Pekerjaan tersebut telah dibongkar dan diperbaiki atas arahan dari pihak pengawas dan PPTK. Kami bertanggung jawab penuh atas perbaikan kesalahan teknis yang terjadi.”

Sorotan K3: Siswa Tanpa Perlindungan, Tak hanya mutu struktur, aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) juga menjadi sorotan. Dokumentasi visual menunjukkan area proyek yang terbuka tanpa pagar pelindung yang layak, serta aktivitas pekerja tanpa Alat Pelindung Diri (APD) di ketinggian, dalam lingkungan sekolah aktif. Hal ini berpotensi melanggar UU No. 1 Tahun 1970 tentang K3 dan Permen PUPR No. 10 Tahun 2021.

Tanggapan FORMAKI: Masalahnya Ada di Hulu, Forum Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (FORMAKI), yang turut memantau proyek ini, menyampaikan bahwa akar masalah terletak pada prosedur pengadaan yang tidak sah dan tidak transparan.

“Ketiadaan data LPSE menunjukkan proses yang janggal. Bila konsultan pengawas bekerja tanpa pengadaan resmi, maka pembayarannya berpotensi menyebabkan kerugian keuangan daerah,” ujar Ketua FORMAKI.

FORMKI juga mengingatkan bahwa berdasarkan UU No. 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi, kontraktor wajib menanggung seluruh biaya perbaikan kesalahan kerja, dan pengawasan yang lalai dapat dikenai sanksi administratif hingga blacklist.

Apa Selanjutnya?, Bola panas kini ada di tangan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Banda Aceh. FORMAKI menyatakan akan mengirimkan surat klarifikasi kepada ULP, PPK, dan PA, serta melaporkan dugaan pelanggaran ini ke Inspektorat dan BPKP, dan akan mempertimbangkan Laporan Hukum ke Kejaksaan/Kepolisian.

“Kami akan menindaklanjuti kasus ini sebagai bagian dari pemantauan proyek-proyek pendidikan TA 2025. Yang kami minta hanyalah: jalankan pengadaan sesuai hukum, dan bangun fasilitas pendidikan yang aman,” pungkas Ali Zamzam.[Red]

 

Editor: Tim Investigasi Sarannews
Redaksi: redaksi@sarannews.net
Foto & Dokumen: FORMAKI,

Penulis: ZamzamiEditor: Redaksi
  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *