BANDA ACEH | Sarannews – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami dugaan korupsi dalam proyek pembangunan jalan oleh Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Sumatera Utara. Fokus utama penyidik saat ini adalah indikasi pergeseran anggaran tanpa perencanaan awal, sebagaimana disampaikan Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo.
“Didalami terkait dengan pergeseran anggaran. Jadi, dua proyek di PUPR itu sebelumnya belum masuk dalam perencanaan anggaran,” ungkap Budi kepada wartawan, Rabu (23/7/2025). “Kemudian proyek itu muncul, dan bagaimana prosesnya, itu yang sedang kami dalami.”
Menanggapi hal ini, Forum Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (FORMAKI) menyatakan bahwa dugaan munculnya proyek tanpa proses perencanaan resmi merupakan sinyal adanya praktik perencanaan fiktif atau manipulasi RKPD dan DPA.
“Kalau proyek tidak terdata sejak awal di dokumen perencanaan anggaran, lalu tiba-tiba muncul dan dieksekusi, itu mengarah pada praktik fiktif yang sangat serius. KPK harus menelusuri siapa yang mengarahkan dan siapa yang memfasilitasi pengesahan proyek ini,” tegas Ketua FORMAKI, Ali zamzami.
Dalam perkara ini, KPK telah menetapkan lima tersangka. Di antaranya, Kepala Dinas PUPR Sumut Topan Obaja Putra Ginting yang disebut memiliki kedekatan dengan Gubernur Sumut Bobby Nasution, serta Kepala UPTD Gunung Tua, PPK Satker PJN Wilayah I, dan dua pihak swasta pemberi suap. Lembaga antirasuah telah menyita Rp231 juta dari total dugaan suap sebesar Rp2 miliar.
FORMAKI menambahkan, kasus ini bisa menjadi pintu masuk untuk mengevaluasi menyeluruh tata kelola proyek infrastruktur di berbagai daerah, khususnya dalam hal transparansi perencanaan, pengesahan anggaran, hingga pelaksanaan lelang.
“Jangan sampai model ‘proyek tiba-tiba muncul’ ini ternyata juga terjadi di banyak daerah lain, termasuk Aceh. Kami mendorong agar pemerintah membuka seluruh dokumen RKPD, KUA-PPAS, dan DPA ke publik agar dapat diawasi secara partisipatif,” pungkas Ketua Formaki.[]