Formaki Soroti Kisruh Internal Pemkab dan Transparansi Proyek Sekolah Rakyat di Aceh Selatan

  • Bagikan

Banda Aceh | SaranNews – LSM Forum Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (FORMAKI) menyoroti secara tajam pelaksanaan Proyek Renovasi Sekolah Rakyat di Kabupaten Aceh Selatan. Menurutnya, proyek strategis nasional tersebut kini dibayangi oleh buruknya tata kelola pemerintahan lokal dan minimnya transparansi anggaran, sehingga berpotensi menghambat tujuan mulia program tersebut.

Dalam siaran pers yang diterima redaksi pada minggu (20/7/2025), FORMAKI menyatakan akan melakukan pengawasan independen terhadap proyek yang berlokasi di Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) Labuhanhaji itu.

Menurut FORMAKI, konflik terbuka antara Kepala Dinas Sosial dan Plt Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Aceh Selatan baru-baru ini merupakan cerminan dari lemahnya koordinasi di internal pemerintah kabupaten.

Ketua FORMAKI, Ali Zamzami, dalam keterangan tertulisnya mengatakan, “Konflik seperti ini tidak bisa dianggap sepele. Ini bukan hanya mempermalukan pemerintah daerah, tetapi juga berisiko tinggi menghambat jadwal penyelesaian proyek dan berpotensi merugikan keuangan negara serta publik sebagai penerima manfaat utama.”

Selain masalah tata kelola, FORMAKI juga mengkritik keras informasi anggaran pada plang proyek. Papan informasi tersebut mencantumkan nilai total kontrak sebesar Rp 206,1 Miliar, namun nilai tersebut merupakan akumulasi untuk 37 titik lokasi di seluruh Indonesia. Tidak adanya rincian alokasi dana spesifik untuk satu lokasi di Aceh Selatan dinilai menutup ruang pengawasan publik.

“Bagaimana masyarakat bisa mengawasi jika tidak tahu berapa anggaran pastinya? Praktik anggaran gelondongan seperti ini secara efektif menutup pintu bagi warga untuk menilai kewajaran antara biaya dan hasil pekerjaan. Ini adalah celah besar yang rawan penyimpangan dan Korupsi, dan harus segera diperbaiki,” tegas Ali Zamzami.

Menyikapi hal tersebut, FORMAKI secara resmi mendesak Bupati Aceh Selatan untuk membangun system koordinasi yang baik di jajarannya, agar public tidak dipertontonkan konflik (perseteruan) pejabat dibawah kepemimpinannya saat ini dan kedepan. formaki juga menuntut Balai Pelaksana Prasarana Permukiman (BPPW) Aceh, selaku perpanjangan tangan Kementerian PUPR, mempublikasikan rincian anggaran dan dokumen hukum terkait penggunaan aset daerah untuk proyek tersebut.

Proyek strategis nasional yang dibiayai APBN ini tidak hanya diwarnai oleh konflik internal pemerintah kabupaten (Pemkab), tetapi juga diliputi oleh ketidakjelasan mendasar terkait status proyek yang dinilai hanya bersifat sementara, yang pada akhirnya akan ditinggalkan saat gedung permanen dibangun di tempat lain natinya.

Jika kita  mengikuti informasi secara Nasional saat ini, bahwa Penanganan sekolah rakyat Tahap I dilakukan dengan merenovasi ruang-ruang sentra terpadu bangunan eksisting milik Kementerian Sosial, bangunan Gedung aset Pemerintah Daerah (Provinsi/Kab/Kota) dan Perguruan Tinggi yang akan dialihfungsikan menjadi fasilitas Sekolah Rakyat untuk sementara saja, sedangkan untuk pembangunan permanen akan dilaksanakan pada Tahap II dengan lahan yang mesti disiapkan oleh Pemerintah Daerah sekitar 5-10 hektare, untuk siap pakai pada tahun ajaran 2026/2027 dan nantinya siswa yang telah masuk pada Tahap I akan dipindahkan ke lokasi Tahap II.

Yang menjadi pertanyaan adalah, bagaimana mengenai status pemakaian asset daerah saat ini dan apa yang akan terjadi pada gedung SKB yang telah direnovasi dengan biaya yang tidak sedikit ini? Apakah akan dikembalikan fungsinya seperti semula? Apakah renovasi yang dilakukan saat ini mempertimbangkan kebutuhan fungsional SKB di masa depan, atau murni untuk kebutuhan sementara Sekolah Rakyat yang bisa jadi berbeda?

Melihat tumpang tindihnya masalah di tingkat lokal dan nasional ini, FORMAKI secara resmi menyampaikan tuntutan komprehensif:

  1. Kepada Bupati Aceh Selatan: Kami mendesak Bupati untuk tidak hanya menyelesaikan konflik internal di jajarannya secara tuntas, tetapi juga memberikan penjelasan resmi kepada publik mengenai status dan nasib Gedung SKB pasca-renovasi jika kelak Sekolah Rakyat memiliki gedung permanen ditempat lain.
  2. Kepada Kementerian PUPR dan Balai Pelaksana Prasarana Permukiman (BPPW) Aceh: Kami menuntut adanya transparansi penuh dengan cara:
    • Memberikan konfirmasi resmi mengenai status proyek renovasi SKB, apakah bersifat sementara atau permanen.
    • Jika bersifat sementara, publikasikan kajian kelayakan (feasibility study) yang menjadi dasar pengambilan keputusan tersebut.
    • Buka kepada publik peta jalan (roadmap) lengkap untuk pembangunan Sekolah Rakyat permanen di Aceh Selatan, mencakup lokasi, jadwal, dan estimasi anggaran.
    • Publikasikan alokasi anggaran spesifik yang digunakan untuk proyek renovasi sementara di SKB Labuhanhaji saat ini.

FORMAKI berkomitmen untuk melakukan pengawasan independen secara berlapis, baik terhadap pelaksanaan di lapangan maupun terhadap proses perencanaan di tingkat kebijakan, dan akan terus mengawal isu ini hingga tuntas.

 “Proyek ini tujuannya sangat mulia, yaitu untuk mengangkat derajat pendidikan anak-anak kita. Namun, niat baik harus dikawal dengan proses yang bersih, profesional, dan transparan. Kami akan mengawal proyek ini hingga tuntas dan mengajak seluruh elemen masyarakat untuk turut serta mengawasinya,” tutup Ketua Formaki Ali Zamzami.[]

Penulis: Mersal WandiEditor: Redaksi
  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *