BPKA DAN FEBI UIN AR-RANIRY SELENGGARAKAN FGD PENGELOLAAN DAN PEMUNGUTAN ZAKAT

  • Bagikan

Banda Aceh, Badan Pengelolaan Keuangan Aceh (BPKA) berkerjasama dengan  FEBI UIN Ar-Raniry menyelenggarakan FGD bertajuk, “Kajian Akademik Pengembangan Pengelolaan dan Pemungutan Zakat dan Infak Sebagai Pendapatan Asli Aceh Pada Pemerintahan Aceh” bertempat di The Pade Hotel Banda Aceh. FGD ini menghadirkan para pembicara dan peserta dari kalangan birokrat, akademisi, pelaku usaha, praktisi keuangan dan perbankan untuk mendiskusikan dan mencari pemecahan permasalahan terkini optimalisasi pengelolaan dan pemungutan Zakat di Provinsi Aceh.

Saumi Elfiza selaku Kepala Bidang Pendapatan BPKA dalam sambutannya menggarisbawahi kesenjangan antara potensi Zakat dan Infak di Aceh yang mencapai 3 triliun, sedangkan realisasi yang dicapai hingga saat ini hanya sebesar 9 milyar. Fakta ini perlu ditinjau melalui kajian akademik yang lebih komprehensif untuk mengidentifikasi berbagai faktor penyebab tidak optimalnya pengumpulan zakat dan infak disertai rekomendasi model kebijakan pengelolaan zakat yang secara efektif berdampak pada dimensi sosioekonomi masyarakat. Kinerja pengelolaan zakat dan infak yang baik berimplikasi pada menguatnya kepercayaan publik. Untuk itu integrasi zakat dan infak dalam sumber Penerimaan Asli Daerah (PAD) secara tepat merupakan kunci utama untuk memastikan optimasi pengelolaan dan pemungutan zakat tercapai.

Prof. Hafas Furqani selaku Dekan FEBI UIN Ar-Raniry dalam kata pengantarnya turut menekankan keberadaan zakat dan infak sebagai PAD Aceh baik pada tingkat provinsi dan kabupaten kota sebagai potensi besar pendanaan bagi program-program kebijakan pemerintah yang berorientasi pada pertumbuhan dan pembangunan Aceh dalam jangka panjang. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan langkah-langkah strategis yang dapat mengoptimalkan realisasi penerimaan zakat dan infak seluruh kabupaten dan kota di Aceh.  Selain itu, salah satu amanat Pasal 102 UUPA Tahun 2006 terkait pengelolaan Zakat di Provinsi Aceh ialah kebijakan insentif pengurangan pajak atas penunaian kewajiban zakat di Provinsi Aceh disertai penerbitan PP sebagai dasar peraturan teknis dalam pelaksanaannya. Hanya saja hingga saat ini kebijakan tersebut belum dapat direalisasikan oleh pemerintah pusat.

FGD dilanjutkan dengan paparan dari para pemateri. Nelly Dikkifiana, SE, M.Si.Ak menekankan kembali peran zakat dan infak sebagai instrumen keuangan sosial dalam redistribusi sumberdaya sosioekonomi yang dapat mengurangi kesenjangan dan ketimpangan kesejahteraan masyarakat. Untuk dapat memfungsikan zakat dan infak dengan baik diperlukan dukungan regulasi dan dukungan strategis para pemangku kepentingan. Khairina, ST mengurai berbagai aspek kelemahan dan tantangan kelembagaan Baitul Mal Aceh dalam pengelolaan zakat sehingga berdampak pada kepercayaan masyarakat yang berdampak pada rendahnya realisasi pemungutan zakat yang dapat dicapai. Sedangkan Muhammad Nashir, SE, M.Si., Ak., CA., CPA menguraikan permasalahan penyusunan regulasi insentif pengurangan pajak dari pembayaran zakat dan dampak manfaat sosioekonomi terutama terkait peningkatan investasi dan PAD Aceh yang dapat digunakan untuk pembiayaan pembangunan.

Para peserta dari berbagai kalangan turut memberi pandangan masing-masing. Sebagian peserta dari kalangan birokrat menekankan pentingya perbaikan dan penyempurnaan regulasi yang telah berjalan, sehingga dapat mendukung optimalisasi pengelolaan dan pemungutan zakat dan infak. Sedangkan kalangan pengusaha sebagai amil zakat mengutarakan praktik pembayaran zakat yang sebagian besar dikelola dan disalurkan secara langsung tanpa melalui koordinasi sepenuhnya dengan Baitul Mal. Hal ini tidak terlepas dari permasalahan kepercayaan dunia usaha terhadap pengelolaan dan penyaluran zakat oleh Baitul Mal Aceh yang dinilai kurang efektif dan tidak tepat sasaran sesuai yang diekspektasikan.

Prof. Nazaruddin A. Wahid dalam tanggapannya menekankan pendekatan rasionalisasi praktik pengelolaan zakat dan infak dan keseimbangan (tradeoff) yang diperoleh masyarakat dalam bentuk manfaat dari kepatuhan membayar zakat, sehingga dapat meningkatkan optimasi pemungutan zakat. Begitu pula Prof. Syahrizal Abbas juga menekankan political will dan kesepahaman serta sinergitas antara pemerintah daerah dan pusat dalam penyempurnaan regulasi pengelolaan zakat dan infak, terutama terkait regulasi turunan yang bersifat teknis dan mengakselerasi aturan-aturan yang telah ada. Prof. Syahrizal Abbas juga menekankan sekiranya berbagai pandangan yang disampaikan dalam FGD dapat ditindaklanjuti berupa rekomendasi kebijakan melalui penyusunan naskah akademik.

Forum FGD ditutup dengan pembacaan rekomendasi hasil FGD yang mencakup penguatan kelembagaan dan tata kelola, optimalisasi penghimpunan zakat dan infak, reformasi regulasi dan integrasi fiskal, peningkatan transparan dan akuntabilitas, digitalisasi pengelolaan zakat dan infak, serta peningkatan kesadaran dan kepatuhan muzakki yang diharapkan dapat ditindaklanjuti oleh seluruh pihak pemangku kepentingan demi meningkat kinerja pengelolaan zakat dan infak baik secara kelembagaan maupun sosial di Provinsi Aceh.(**)

Penulis: DolyandaEditor: Redaksi
  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *