Tapaktuan | Sarannews (10/07) – Forum Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (FORMAKI) menanggapi dengan serius pernyataan resmi Bupati Aceh Selatan H. Mirwan MS yang mengungkapkan kondisi keuangan daerah dalam keadaan “minus”, dengan utang belanja mencapai Rp184,2 miliar dan defisit riil sebesar Rp267,3 miliar berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI.
Sebagai LSM pengawal akuntabilitas publik, FORMAKI menyatakan bahwa laporan keuangan Pemkab Aceh Selatan yang telah diaudit oleh BPK RI merupakan fakta hukum yang harus segera ditindaklanjuti, bukan sekadar diumumkan ke publik dalam bentuk narasi politis.
“Tugas utama Pemkab sekarang bukan lagi menjelaskan bahwa daerah dalam keadaan krisis, melainkan membuka secara rinci apa saja yang direkomendasikan BPK dan bagaimana langkah konkret Pemkab dalam menindaklanjutinya,” tegas Koordinator FORMAKI Aceh selatan, ALONG, Rabu (10/7/2025).
Tiga Tuntutan FORMAKI:
Buka Dokumen Tindak Lanjut Temuan BPK
FORMAKI mendesak Bupati dan Inspektorat Daerah agar mempublikasikan daftar rekomendasi BPK, termasuk:
Rincian utang per SKPK.
Proyek atau kegiatan penyumbang utang.
Status penyelesaian dan siapa penanggung jawabnya.
Libatkan BPKP untuk Audit Investigatif
Jika dalam tindak lanjut ditemukan indikasi pelanggaran serius—seperti pengadaan fiktif, belanja tanpa dasar hukum, atau deviasi dari earmark—maka FORMAKI meminta agar Bupati mengajukan permintaan audit investigatif ke BPKP sebagai lembaga yang berwenang.
Transparansi dalam Program 100 Hari dan Penggunaan Anggaran 2025
FORMAKI menegaskan bahwa kondisi defisit tidak boleh dijadikan dalih untuk menghindari transparansi terhadap realisasi belanja tahun berjalan. Seluruh program 100 hari kerja harus diawasi publik dan tidak boleh melahirkan beban anggaran baru yang tak terencana.
Mendorong Kolaborasi, Menolak Pembiaran
FORMAKI membuka diri untuk menjadi bagian dari pengawasan partisipatif dan akan mengirimkan surat resmi kepada:
Bupati Aceh Selatan terkait permintaan data tindak lanjut LHP BPK.
DPRK Aceh Selatan agar segera membentuk Panitia Khusus Tindak Lanjut Audit Keuangan.
BPKP Perwakilan Aceh untuk mengkaji kemungkinan audit investigatif jika terdapat bukti awal pelanggaran.
“Kami ingin memastikan bahwa krisis fiskal ini bukan ditutup rapat sebagai ‘warisan masa lalu’, tetapi dibuka secara terang agar publik tahu siapa yang harus bertanggung jawab. Audit BPK bukan akhir, tapi awal dari keadilan fiskal,” tutup ALONG.