Banda Aceh | SaranNews – Proyek pembangunan Gedung Olahraga (GOR) PBSI Aceh yang bersumber dari APBA 2025 dengan nilai pagu fantastis sebesar Rp 9,7 miliar resmi dibatalkan. Yang mengejutkan, pembatalan terjadi bukan di awal proses, melainkan di tahap akhir menjelang penandatanganan kontrak.
Dari penelusuran SaranNews, penyebab kegagalan tender tercantum karena “ditemukan kesalahan dalam Dokumen Pemilihan” yang bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Pernyataan ini menimbulkan pertanyaan serius: bagaimana mungkin kesalahan sebesar itu baru ditemukan di penghujung proses?, “Kalau sampai dibatalkan di ujung kontrak, berarti proses seleksi dan evaluasi sudah berjalan. Jadi pertanyaannya, siapa yang bertanggung jawab atas dokumen yang sejak awal sudah bermasalah?” ujar sumber kami dari kalangan pengawas tender yang enggan disebutkan namanya.
Salah satu temuan paling mencolok adalah nilai HPS (Harga Perkiraan Sendiri) yang ditetapkan sebesar Rp 9.699.993.000, hanya terpaut Rp 7.000 dari pagu anggaran. Padahal menurut prinsip efisiensi dan akuntabilitas pengadaan, HPS idealnya disusun berdasarkan survei harga pasar, bukan untuk “menghabiskan pagu”. Kondisi ini membuka dugaan adanya potensi mark-up atau bahkan manipulasi perhitungan anggaran.
“Kalau HPS-nya dibuat nyaris sama dengan pagu, itu artinya tender tidak membuka ruang kompetisi. Ini praktik yang jamak dipakai saat proyek sudah diarahkan untuk pemenang tertentu,” jelas seorang konsultan pengadaan yang pernah terlibat dalam pengawasan proyek olahraga di provinsi lain.
Tender Bernilai Besar tapi untuk Penyedia Usaha Kecil?, Keanehan lain muncul dari klasifikasi penyedia yang dipersyaratkan. Proyek hampir Rp 10 miliar ini justru dibuka untuk penyedia dengan klasifikasi Usaha Kecil. Hal ini bukan hanya janggal, tapi juga bisa berisiko secara hukum dan teknis. Sebab, penyedia kecil umumnya tidak memiliki kemampuan modal, SDM, dan peralatan konstruksi untuk pekerjaan berskala besar seperti pembangunan GOR berstandar provinsi.
“Ini berpotensi memunculkan praktik pinjam bendera atau vendor fiktif. Bahkan kalau proyeknya jadi, biasanya akan disubkontrakkan lagi ke pihak lain dengan risiko kualitas yang buruk,” ujar sumber SaranNews dari kalangan pelaku konstruksi lokal.
Dibatalkan Saat Akan Kontrak: Siapa Dirugikan?, Dokumen tender memperlihatkan bahwa proses telah diikuti oleh 31 peserta dan telah melewati tahapan pembuktian kualifikasi serta evaluasi teknis dan harga. Artinya, pemenang tender kemungkinan besar telah ditetapkan.
Namun, pada 3 Juli 2025, tender secara resmi dibatalkan oleh Pokja Pemilihan Dispora Aceh dengan alasan bahwa Dokumen Pemilihan “tidak sesuai peraturan perundang-undangan.”
Jika benar demikian, pembatalan ini berpotensi melanggar prinsip perlakuan adil dan transparansi dalam pengadaan. Para peserta yang merasa dirugikan bisa saja menempuh jalur hukum atau mengajukan keberatan ke LKPP atau bahkan PTUN.
Kemana Dana Rp 9,7 Miliar Akan Dialihkan?, Sampai berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari Dinas Pemuda dan Olahraga Aceh terkait tindak lanjut atas gagalnya tender ini. Apakah akan ditender ulang, atau anggaran akan direalokasi, masih belum jelas. Namun publik menunggu kejelasan, mengingat proyek ini menyangkut penyediaan fasilitas olahraga yang sangat dibutuhkan.
SaranNews akan terus menelusuri perkembangan proyek ini, termasuk siapa pihak-pihak yang sebelumnya terlibat dalam proses tender, dan bagaimana pertanggungjawaban publiknya.
Redaksi mengundang masyarakat atau pihak terkait yang memiliki informasi tambahan, dokumen pendukung, atau pengalaman mengikuti tender ini untuk menghubungi tim investigasi kami secara rahasia.(**)