Banda Aceh – Sarannews | Proyek pembangunan Gedung Bedah Jantung Terpadu RSUD Meuraxa senilai Rp 14,4 miliar yang dibiayai dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik 2025, menuai kritik tajam dari Forum Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (FORMAKI). LSM ini menemukan sejumlah kejanggalan di lapangan, mulai dari ketiadaan pengawas teknis, pelanggaran standar keselamatan kerja, hingga minimnya transparansi publik.
Investigasi dilakukan selama dua hari, 3 dan 4 Juli 2025, langsung di lokasi proyek. Hasilnya, FORMAKI tidak menemukan kehadiran Site Manager maupun Konsultan Pengawas. Di lokasi hanya terlihat kelompok pekerja bangunan yang dipimpin kepala tukang bernama Bambang, serta seorang mahasiswa magang dan seorang penjaga lapangan yang mengaku hanya tukang buka-tutup pintu Truck Proyek dilokasi.

Kondisi di lokasi proyek dinilai tidak memenuhi standar Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Sebagian besar dari 38 pekerja terlihat tidak memakai helm, sepatu safety, atau rompi kerja. Hanya terdapat 6 helm dan 6 rompi yang dibagikan oleh penyedia jasa.
Hal ini dikhawatirkan dapat berpotensi menyebabkan kecelakaan kerja serius, terlebih proyek melibatkan pekerjaan di ketinggian dan pemindahan material berat.
Dari aspek informasi publik, FORMAKI menyebut tidak adanya gambar teknis, Rencana Anggaran Biaya (RAB), maupun jadwal kerja yang biasanya ditempel di luar kantor proyek sebagai bentuk transparansi. Hanya papan nama proyek yang tersedia, dengan informasi umum tentang penyedia jasa (CV. Koalisi Jaya Abadi), pengawas (CV. Sancona Rekayasa), dan jadwal pelaksanaan (22 April – 18 Desember 2025).
Direktur RS Merangkap PPK, Rentan Benturan Kepentingan
Sarannwes sudah berupaya melakukan komfirmasi ke pihak RSUD Meuraxa, melalui salah seorang pejabat yang diarahkan dari sekretaris Direktur untuk ditemui yaitu Bapak Rizwan yang menjabat Kabag Perencanaan, pak Rizwan juga menyampaikan bahwa PPTK proyek tersebut di Dinas PUPR, dan saat ditanya siapa PPK, “Dir langsung bg” balasnya, dan untuk keperluan komfirmasi kemudian diarahkan untuk hubungi bagian Humas.
Pejabat di bagian Humas RSUD Meuraxa yang dikomfirmasi sarannews membalas “Baik Terkait berita ini kami koordinasi terlebih dahulu”. Setelah ditunggu jawaban/klarifikasi namun tidak ada jawaban, lalu kemudian ditanyakan tentang PPK yang dijabat langsung oleh Direktur, Bagian Humas menyatakan bahwa Direktur memang secara otomatis merangkap sebagai PPK, karena beliau adalah PA (Pengguna Anggaran) di rumah sakit.”Direktur selalu PA secara otomatis merangkap PPK” ujarnya melalui pesan WhatsApp.
Atas pernyataan Humas RSUD Meuraxa, terkait Direktur/PA yang merangkap PPK tersebut LSM Formaki kembali menyikapi ketika dikomfirmasi sarannews, “pernyataan tersebut tidak sepenuhnya sesuai dengan regulasi pengadaan yang berlaku. Berdasarkan Perpres No. 16 Tahun 2018 jo. Perpres No. 12 Tahun 2021, PPK tidak ditentukan secara otomatis oleh jabatan PA, melainkan harus ditunjuk secara tertulis dan memiliki sertifikasi kompetensi pengadaan barang/jasa dari LKPP” ujar Ketua Formaki.
“Rangkap jabatan sebagai PA dan PPK dalam proyek bernilai besar justru berisiko melanggar prinsip akuntabilitas, transparansi, dan independensi dalam pengawasan, serta berpotensi menciptakan conflict of interest (benturan kepentingan)”, imbuhnya.
FORMAKI Dorong Inspektorat dan APH Bertindak
FORMAKI menyatakan akan menyurati PPK sekaligus Direktur RSUD Meuraxa untuk meminta klarifikasi resmi. Laporan pengawasan juga akan ditembuskan kepada Inspektorat Kota Banda Aceh, BPKP Aceh, dan Ombudsman RI, serta akan diteruskan ke Aparat Penegak Hukum (APH) jika tidak ada tindakan korektif dalam waktu wajar.
Catatan Redaksi: Dalam proyek senilai Rp 14,4 miliar yang dibiayai dari keuangan negara, pengawasan dan pemenuhan aspek keselamatan kerja serta keterbukaan informasi adalah kewajiban mutlak. Merangkap jabatan PA dan PPK bukan hanya berisiko administratif, tetapi juga berpotensi melanggar tata kelola keuangan negara yang baik dan dapat menjadi objek audit serta investigasi lanjutan.(*)
Reporter: Tim Investigasi Sarannews
Editor: Redaksi