Kutacane – Sarannews | Polres Aceh Tenggara berhasil mengungkap tabir kelam di balik tragedi pembunuhan berencana yang mengakibatkan lima orang tewas dan satu orang lainnya mengalami luka serius. Pelaku berinisial AS (21), ternyata masih memiliki hubungan keluarga dengan para korban.
Kelima korban tewas terdiri dari FZ (3), LA (13), EL (15), dan HD (25) yang merupakan sepupu pelaku, serta NB (52), paman pelaku. Sementara satu korban lainnya, MT (51), tetangga nenek pelaku, hingga kini masih dalam kondisi kritis.
Kapolres Aceh Tenggara, AKBP Yulhendri, S.I.K., dalam keterangan pers usai pra-rekonstruksi di Mapolres, Kamis, 3 Juli 2025, menyebut bahwa motif utama pembunuhan ini adalah dendam yang telah lama terpendam.
“Pelaku menyimpan dendam karena saat tinggal di Kabupaten Bener Meriah, ayahnya pernah dikeroyok, diusir, dan dihina oleh keluarga korban. Akibat peristiwa itu, keluarga pelaku terpaksa tinggal di kebun di kawasan Pegunungan Kompas dalam kondisi memprihatinkan. AS merasa hidup miskin dan tersisih karena perlakuan tersebut,” ungkap Kapolres.
Dendam tersebut akhirnya berubah menjadi niat pembunuhan yang direncanakan secara matang. AKBP Yulhendri menggambarkan kasus ini sebagai “tragedi keluarga yang memilukan,” di mana seluruh korban memiliki ikatan darah atau kedekatan sosial dengan pelaku.
Ancaman Hukuman Berat
Atas perbuatannya, AS dijerat dengan Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana serta Pasal 80 ayat (3) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Pelaku terancam hukuman mati, penjara seumur hidup, atau pidana penjara minimal 15 tahun dan maksimal 20 tahun.
Delapan Hari Buron di Hutan
Pelaku sempat buron selama delapan hari sebelum akhirnya ditangkap di Desa Kute Mejile, Kecamatan Tanoh Alas, Kabupaten Aceh Tenggara, pada Senin, 23 Juni 2025. Saat ditangkap, polisi menyita sejumlah barang yang digunakan pelaku untuk bertahan hidup di hutan.
Barang bukti yang diamankan antara lain: sebilah parang, dua unit handphone, dua charger, pisau cutter, batu asah, ketapel kayu, korek api, lampu teplon, panci kecil, botol berisi minyak tanah, jeriken air putih, botol minuman, tas pinggang cokelat, sajadah, dua bungkus kecil garam, kunci motor, dan goni kecil yang dijadikan tas ransel dengan tali ban karet.
“Semua perlengkapan itu digunakan pelaku selama pelariannya di hutan. Ini menunjukkan bahwa tindakan pelaku sudah direncanakan secara matang, termasuk upaya untuk menghindari penangkapan,” tegas AKBP Yulhendri.
Kasus ini menjadi perhatian luas masyarakat Aceh Tenggara karena menyangkut tragedi keluarga yang dibalut dengan dendam masa lalu. Polisi terus mendalami aspek psikologis dan latar belakang pelaku untuk melengkapi berkas perkara.(**)