Kapal Di Atas Rumah, Situs Tsunami Aceh Memprihatinkan, Tidak Terurus dan Sepi Perhatian

  • Bagikan

Banda Aceh – sarannews | Kondisi salah satu ikon wisata tsunami Banda Aceh, “Kapal di Atas Rumah”, kini memprihatinkan. Pantauan langsung sarannews beberapa waktu lalu mendapati situs sejarah ini tidak terurus, sepi petugas, dan papan informasi rusak, jauh dari semangat edukasi dan penghormatan terhadap sejarah kelam tsunami 2004.

Bangunan rumah yang tertimpa kapal saat tsunami itu tampak kusam, cat mengelupas, dan sebagian lesplang dan atap seng menggantung nyaris lepas yang dapat mengancam pengunjung jika sewaktu-waktu jatuh. Sementara itu, papan informasi (pamflet) yang biasanya menjadi rujukan pengunjung mendapatkan informasi, kini dalam kondisi rusak dan tidak terbaca dengan baik, demikian juga Galeri foto yang hanya ada pafletnya saja, sementara tidak ada pajangan foto yang tersedia, sehingga menghilangkan fungsi edukasi sejarah situs tersebut.

Di beberapa titik, terlihat adanya kerusakan-kerusakan baru karena lapuk dan tidak terawat, menutupi keaslian kondisi pasca-tsunami yang semestinya dipertahankan sebagai pengingat dan bahan refleksi bagi generasi masa kini dan mendatang.

Seorang pengunjung, Sasa yang datang dari Medan Sumatera Utara, menyampaikan rasa kecewanya kepada tim sarannews saat ditemui di lokasi, “Sayang sekali, area situs ini sepertinya kurang perhatian dan tidak terawat, maunya kita dapat melihat kondisi yang menggambarkan sejarahnya,” ujarnya, “tadi kami mau naik keatas tapi ragu, apakah aman, karena terlihat dari bawah kondisisinya tidak meyakinkan, lagi pula tidak ada petugas yang dapat ditanyai atau memandunya”, imbuh Sasa.

Sasa menyebut bahwa seharusnya situs ini dapat menjadi ruang edukasi bagi pengunjung luar daerah untuk mengenal lebih dekat bagaimana dahsyatnya bencana tsunami dan bagaimana masyarakat Aceh bangkit dari musibah besar tersebut.

Suara Wak Kolak, Saksi Mata Tsunami, Hal senada disampaikan Nenek Bondiyah (71tahun) yang akrab disapa dengan nama Wakkolak, seorang saksi mata sejarah tsunami, yang ketika itu bencana tsunami terjadi wakkolak berhasil selamat dengan menaiki kapal yang kini menjadi situs sejarah tersebut. Wakkolak yang setiap hari berada di area ini mengatakan bahwa dulu sempat ada terlihat upaya perawatan, namun beberapa tahun terakhir tidak terlihat adanya perhatian pemerintah.

“Saya setiap hari ada di sini, rumah kami itu di samping, dulu pernah ada perawatan, namun sudah beberapa tahun ini sepertinya tidak ada perhatian pemerintah ke sini,” kata Wak Kolak.

Nek Bondiyah juga bercerita panjang mengenai pengalaman dahsyat saat terjangan gelombang tsunami dan bagaimana kapal tersebut terbawa hingga ke atas rumah. Baginya, kondisi situs ini adalah pengingat penting baginya dan media edukasi bagi generasi yang tidak mengalami langsung bagaimana dahsyatnya gelombang tsunami saat itu.

Kondisi “Kapal di Atas Rumah” ini seharusnya menjadi pengingat akan pentingnya menjaga situs sejarah, bukan hanya sebagai objek wisata, tetapi sebagai sarana edukasi dan refleksi kolektif atas tragedi yang merenggut ratusan ribu nyawa pada 26 Desember 2004 lalu.

Pemerintah daerah dan pihak terkait diharapkan segera turun tangan untuk melakukan:

  • Perawatan rutin situs dan struktur bangunan.
  • Perbaikan papan informasi.
  • Pengadaan pemandu wisata tetap di lokasi.
  • Menjaga keaslian kondisi pasca-tsunami dengan perawatan yang tepat.

Dengan demikian, situs “Kapal di Atas Rumah” akan tetap hidup sebagai saksi sejarah dan ruang pembelajaran, bukan hanya menjadi bangunan lapuk yang ditinggalkan tanpa makna.

pihak pemerintah Kota Banda Aceh, melalui kepala Dinas Pariwisata sudah diupayakan komfirmasi, namun hingga berita ini ditayang belum ada tanggapan atau klarifikasi, walau chat WhatsApp dari redaksi terlihat sudah dibaca, centrang dua biru.(*)

Penulis: ZamzamiEditor: Redaksi
  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *