Banda Aceh-SaranNews | Memasuki semester kedua tahun anggaran 2025, daya serap Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) dinilai masih sangat rendah. Berdasarkan pemantauan Transparansi Tender Indonesia (TTI) melalui aplikasi Monitor P2K Pemerintah Aceh yang disiarkan secara real time, tercatat daya serap keuangan baru mencapai 28 persen, sedangkan serapan fisik sekitar 31 persen.
Kondisi ini memicu desakan dari berbagai pihak agar Gubernur Aceh segera mengambil langkah strategis dan efektif guna mempercepat pelaksanaan kegiatan di seluruh Satuan Kerja Pemerintah Aceh (SKPA).
“Gubernur Aceh harus segera mendorong percepatan kontrak kegiatan, seperti pembangunan rumah dhuafa di Dinas Perkim Aceh. Hal ini penting agar uang segera beredar di masyarakat melalui sektor riil seperti upah tukang, pembelian bahan bangunan, dan kebutuhan pokok,” ujar Koordinator TTI Nasruddin Bahar dalam keterangannya.
Menurut TTI, peredaran uang dari kegiatan pembangunan akan menciptakan multiplier effect (efek berganda) yang signifikan terhadap peningkatan konsumsi, pendapatan masyarakat, serta menjadi solusi konkret menekan laju inflasi.
Tudingan Intervensi Pokir Hambat Eksekusi Program
TTI juga menyoroti keterlambatan pelaksanaan paket kegiatan di berbagai SKPA yang disinyalir disebabkan oleh intervensi “pokok pikiran” (pokir) dari anggota legislatif. Kondisi ini membuat Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) tidak leluasa dalam menunjuk rekanan, karena harus menunggu ‘restu’ dari pihak yang mengklaim paket tersebut sebagai milik pokir.
“Kalau Kepala Dinas tunduk pada intervensi anggota dewan dalam menentukan rekanan, itu bisa termasuk perbuatan melawan hukum. Pelaksanaan kegiatan merupakan kewenangan mutlak Pejabat Pembuat Komitmen (PA) dan KPA, bukan legislatif,” tegas Nasruddin.
Pihaknya juga meminta Kejaksaan Tinggi Aceh untuk mengawasi potensi kolusi dan konspirasi jahat dalam praktik pengelolaan proyek yang diklaim sebagai bagian dari pokir.
Usulan: Umumkan Daftar Paket Pokir ke Publik
Sebagai langkah transparansi, TTI mendorong Gubernur Aceh agar memerintahkan Bappeda untuk mempublikasikan secara terbuka daftar seluruh paket pokir DPRA. Dengan demikian, masyarakat dapat menilai secara objektif apakah usulan tersebut berasal dari aspirasi masyarakat atau sekadar proyek instan tanpa perencanaan matang.
Nasruddin mencontohkan proyek pengadaan sistem budidaya bioflok oleh Dinas Perikanan dan Kelautan Aceh yang menghabiskan anggaran miliaran rupiah, namun hasilnya nihil. “Sebagian besar dari paket-paket gagal itu berasal dari pokir, Tidak dirancang dengan matang, akhirnya terbengkalai dan sia-sia,” ujarnya .
TTI mengingatkan bahwa jika Pemerintah Aceh di bawah kepemimpinan Gubernur Mualem serius membangun pemerintahan yang bersih dan transparan, maka seluruh proses perencanaan dan pelaksanaan anggaran harus terbebas dari intervensi politik praktis dan mementingkan kepentingan publik secara menyeluruh. pungkasnya.