sarnnews | Banda Aceh, 22 Juni 2025 – Memasuki pertengahan tahun anggaran 2025, publik Aceh terutama para pelaku sektor budaya dan jasa penyedia kegiatan, mengelus dada. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh, yang mengelola ratusan kegiatan penyedia jasa, baru mengumumkan dua paket kecil di laman LPSE Aceh: Pameran Temporer (DAK Museum Aceh) dan Pembuatan Video Kebudayaan Aceh Tamiang Paket Ulang.
Kedua kegiatan ini masing-masing memiliki pagu sekitar Rp195 juta, menggunakan metode pengadaan langsung, dan baru tayang pengumuman pada minggu ketiga Juni 2025. Padahal jika merujuk ke dokumen RUP Penyedia dan Swakelola tahun ini, tercatat lebih dari 200 kegiatan yang harus ditenderkan dan diumumkan sejak awal tahun.
Kritik terhadap Ketepatan Waktu Pelaksanaan
Masalah utama yang mencolok adalah soal waktu. Sesuai prinsip pengadaan barang dan jasa, terutama yang menggunakan dana publik, keterbukaan dan ketepatan jadwal adalah hal esensial. Namun:
- Berdasarkan RUP, sebagian besar kegiatan memiliki rencana waktu pemilihan antara Februari – April 2025.
- Tapi realisasi baru menyentuh dua paket pengadaan langsung pada pertengahan Juni.
- Paket besar dengan metode tender seperti Revitalisasi Cagar Budaya, Pembangunan Sarana Pariwisata, dan puluhan proyek video budaya, belum ada satupun yang diumumkan.
Ketertinggalan waktu ini bukan sekadar masalah administratif, melainkan berdampak langsung pada efektivitas penggunaan anggaran, output kegiatan, dan serapan APBD secara keseluruhan.
Apa Dampaknya?
- Serapan Anggaran Rendah di Semester I
Dengan realisasi pengadaan yang minim, maka bisa dipastikan serapan APBD Disbudpar Aceh di semester I akan sangat rendah, bahkan rawan menjadi sorotan dalam audit BPK. - Beban Semester II Semakin Berat
Jika seluruh kegiatan ditumpuk ke paruh kedua tahun ini, maka potensi terjadinya pekerjaan terburu-buru sangat tinggi—mengancam kualitas, efektivitas, hingga potensi gagal kontrak. - Kehilangan Momentum Promosi dan Publikasi Budaya
Kegiatan-kegiatan publik seperti pameran, produksi video, seminar budaya, dan promosi wisata bersifat event-sensitive. Terlambat lelang artinya terlambat pula mencapai publik.
Solusi dan Rekomendasi
- Tindak Lanjut Evaluasi Internal
Kepala Dinas bersama Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) harus segera melakukan audit timeline internal dan mempercepat proses finalisasi dokumen lelang/tender. - Optimalisasi SIRUP dan LPSE secara Real Time
Gunakan kanal LPSE dan SIRUP sebagai alat keterbukaan, bukan sekadar formalitas. Tayang lebih awal, transparan progres, dan kabar lanjutan sangat ditunggu publik. - Percepat Tender Paket Strategis
Fokus pada paket besar bernilai miliaran seperti Revitalisasi Cagar Budaya, Pengadaan Perlengkapan Digitalisasi Museum, atau Pembangunan Fasilitas Wisata Umum. Bila perlu, libatkan inspektorat untuk pendampingan percepatan. - Komunikasi Publik Progresif
Disbudpar perlu membuka kanal komunikasi khusus atau dashboard realisasi anggaran publik, agar masyarakat dapat memantau progres pengadaan—bukan hanya lewat LPSE.
Penutup: Ujian Kinerja dalam Pantauan Publik
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh memiliki tugas mulia: menjaga warisan budaya dan mempromosikan potensi wisata. Namun sebagus apapun rencana kerja, jika tidak dijalankan tepat waktu, maka nilainya akan hilang di atas kertas.
Sudah waktunya publik mengawal. Sudah saatnya Disbudpar menjawab.
Redaksi sarnnews.net akan terus memantau dan mempublikasikan perkembangan tahapan pengadaan kegiatan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh melalui kanal ini setiap pekan.