Temuan BPK Memperkuat Kecurigaan Publik Adanya Ketidakberesan di Dinas Lingkungan Hidup, Kebersihan dan Keindahan Kota (DLHK3) Banda Aceh

  • Bagikan

Anggaran Miliaran Rupiah untuk BBM, Tapi Nol Rupiah untuk Warisan Sejarah

SaranNews | Banda Aceh – Kecurigaan publik selama ini bahwa Dinas Lingkungan Hidup, Kebersihan dan Keindahan (DLHK3) Kota Banda Aceh mengelola anggaran secara tidak proporsional akhirnya mendapat penguat. Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Nomor 2.B/LHP/XVIII.BAC/05/2025 mengungkap adanya kelemahan serius dalam pertanggungjawaban belanja bahan bakar (BBM) pada Tahun Anggaran 2024, laporan ini tiba di saat masyarakat mempertanyakan alokasi anggaran DLHK3 untuk Tahun 2025 yang mencapai lebih dari Rp 81 miliar, namun sama sekali tidak mencantumkan program perawatan untuk taman-taman bersejarah, termasuk Taman Putroe Phang, simbol cinta abadi Sultan Iskandar Muda yang kini terbengkalai.

Ketimpangan Anggaran, BBM Diprioritaskan, Warisan Ditinggalkan

Dokumen Rencana Umum Pengadaan (RUP) dan Rencana Kerja Anggaran (RKA) tahun 2025 menunjukkan ironi yang nyata:

  • Rp 11,59 miliar dialokasikan untuk belanja BBM.
  • Rp 25,2 miliar untuk penerangan jalan umum.
  • Rp 4,2 miliar untuk pengadaan excavator.
  • Rp 1,72 miliar untuk suku cadang kendaraan operasional.
  • Sementara itu, Taman Putroe Phang tidak disebut sama sekali baik sebagai objek revitalisasi, lokasi kegiatan, atau ruang publik yang mendapat perhatian khusus.

Padahal taman tersebut bukan sekadar ruang hijau. Ia adalah bagian dari situs sejarah Kesultanan Aceh abad ke-17, dengan nilai budaya yang tinggi. Kondisinya kini rusak, kotor, dan seolah terlupakan, sebagaimana diungkap investigasi lapangan kami pada pertengahan Juni 2025.

Temuan BPK Bukan Sekadar Formalitas

Temuan LHP BPK bukan hanya soal dokumen teknis. Ini memperkuat keresahan warga bahwa alokasi belanja BBM selama ini tidak berbasis kebutuhan riil dan rentan disalahgunakan. Apalagi, tidak ditemukan sistem distribusi BBM berbasis transparansi apakah menggunakan kupon, sistem digital, atau audit internal kendaraan.

Publik masih ingat skandal DLHK Badung di Bali, di mana kupon BBM diselewengkan dan menimbulkan kerugian negara hingga Rp 268 miliar. Apakah Banda Aceh sedang berjalan ke arah yang sama?

Taman yang Dihapus dari Sistem

Yang paling menyakitkan, Taman Putroe Phang yang seharusnya jadi ikon budaya kota tidak hanya dibiarkan rusak, tapi juga dihapus dari sistem anggaran. Tak masuk RKA, tak masuk RUP, dan tentu tak masuk agenda pembangunan. Ini bukan sekadar alpa, ini krisis kepedulian pemerintah terhadap sejarah dan ruang hidup warganya.

Ketika taman sejarah tak lagi dirawat dan justru diabaikan dalam dokumen resmi, maka publik berhak mencurigai bahwa prioritas anggaran DLHK3 tidak berpihak pada kepentingan rakyat, melainkan pada belanja-belanja yang sulit diawasi.

Redaksi Bertanya: Untuk Siapa Anggaran Ini Disusun?

Redaksi SaranNews menilai bahwa:

  • DLHK3 harus menjelaskan kepada publik mengapa BBM mendapat porsi raksasa, sementara ruang publik sejarah tidak disentuh.
  • Pemerintah Kota Banda Aceh tidak kekurangan anggaran, tetapi kekurangan visi, transparansi, dan keberpihakan pada warisan kota.
  • Temuan BPK menjadi sinyal keras bahwa belanja operasional rutin pun harus diaudit dengan ketat, bukan dibiarkan mengalir tanpa kontrol.

Kesimpulan Redaksi

“Ketika BBM dimanjakan, dan warisan budaya dihapus secara administratif, maka pemerintah telah kehilangan arah pengelolaan kota. Banda Aceh tidak sedang kekurangan dana yang kurang adalah kemauan untuk mendengar denyut warganya.”

Rekomendasi Terbuka

Redaksi menyerukan kepada:

  1. Inspektorat dan DPRK untuk mengaudit seluruh belanja BBM dan operasional kendaraan DLHK3.
  2. DLHK3 untuk merevisi RKA dan memasukkan perawatan ruang publik bersejarah dalam prioritas anggaran.
  3. Publik, LSM, dan akademisi untuk terus menekan pemerintah kota agar tidak membiarkan situs budaya hilang karena kelalaian birokrasi.

Jika kota ini membiarkan warisannya rusak demi mesin dan solar, maka sejarah sedang dikalahkan oleh pelumas. Jika taman cinta bisa ditinggalkan demi truk sampah, maka kota ini butuh lebih dari sekadar APBD  ia butuh nurani.

Penulis: ZamzamiEditor: Redaksi
  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *