Banda Aceh|sarannews – Sikap seorang anggota DPRK Aceh Selatan dari Komisi I yang menolak memberikan tanggapan atas isu krusial hanya karena mempertimbangkan nama media, adalah sinyal yang mengkhawatirkan. Dalam sebuah negara demokratis yang menjunjung prinsip keterbukaan, alasan “tidak enak dengan media lain” dan menyatakan harus meminta izin ke media tertentu terlebih dahulu saat akan memberikan tanggapan di media lainnya, ini adalah bentuk kegamangan yang tidak semestinya ditunjukkan oleh seorang pejabat publik. redaksi hanya minta komentar tanggapan, bukan minta pasang iklan berbayar, media kami menyediakan ruang publikasi gratis untuk semua narasumber yang bersuara demi Rakyat, kenapa keberatan?, atau sebenarnya tidak memahami persoalan yang menjadi mandat di Komisi sendiri?.
Publik tidak sedang meminta komentar untuk memihak satu media, melainkan ingin tahu bagaimana sikap lembaga legislatif dalam menyikapi sengketa agraria yang melibatkan rakyat dan korporasi. Ketika seorang wakil rakyat bungkam karena khawatir “media sebelah tersinggung,” maka yang sedang ia abaikan bukan sekadar wartawan, melainkan hak rakyat untuk tahu.
Fenomena ini menunjukkan masih lemahnya dedikasi dan kapasitas sebagian anggota dewan dalam menjalankan fungsi representasi. Kecakapan komunikasi publik, keberanian bersikap, serta pemahaman terhadap mandat lembaga tidak bisa dibangun hanya dengan semangat populer atau kemenangan suara.
Karena itu, kami merekomendasikan kepada lembaga DPRK Aceh Selatan agar lebih selektif dan berbasis kapasitas dalam menempatkan anggotanya di tiap komisi. Penugasan tidak boleh semata-mata karena perimbangan partai, melainkan harus memperhatikan kompetensi, integritas, dan pengalaman di bidang yang relevan. Komisi I, yang membidangi hukum dan pemerintahan, tidak boleh diisi oleh orang yang bahkan ragu bersuara ketika publik memerlukan penjelasan.
Tak kalah penting, partai politik sebagai pengusung juga perlu introspeksi. Pembekalan terhadap kader yang terpilih menjadi wakil rakyat harus menjadi agenda prioritas. Evaluasi berkala pun harus dilakukan. Jangan sampai kursi legislatif hanya diisi oleh “penggembira demokrasi” yang tidak tahu atau tidak mau menggunakan kewenangannya untuk rakyat.
Edukasi untuk Publik: Memilih Bukan Sekadar Mencoblos Nama
Momentum ini juga menjadi pengingat bagi kita semua sebagai pemilih, bahwa kualitas wakil rakyat adalah cerminan dari kualitas pilihan rakyat itu sendiri. Jangan memilih hanya karena kedekatan personal, popularitas semu, atau janji bantuan sesaat.
Tanyakan kepada calon legislatif:
- Apa latar belakang pendidikan dan pemahamannya terhadap isu publik?
- Apakah ia pernah terlibat dalam kerja advokasi, sosial, atau komunitas?
- Bagaimana rekam jejak komunikasinya dengan masyarakat?
- Apakah ia mampu menjawab isu-isu kritis dengan tanggung jawab?
Pilkada dan Pileg mendatang adalah momen penting untuk memperbaiki kualitas parlemen daerah. Jangan wariskan kursi legislatif kepada mereka yang hanya pandai tersenyum saat kampanye tapi bungkam ketika rakyat bertanya.
Kami di SaranNews berkomitmen terus menjadi bagian dari proses demokratisasi yang sehat dengan tetap menyuarakan kebenaran, mendorong akuntabilitas, dan mengedukasi publik agar tidak salah memilih pemimpin.
Redaksi SaranNews
Selasa, 17 Juni 2025