FORMAKI Bongkar Dugaan Pengangkutan Limbah Tambang Ilegal dari Aceh Selatan ke Sumatera Utara dan Pulau Jawa

  • Bagikan
Koordinator Investigasi Formaki Arif Sawitra

Tapaktuan, 13 Juni 2025 | Forum Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (FORMAKI) mengungkap dugaan praktik pengangkutan limbah tambang secara ilegal dan sistematis dari Kabupaten Aceh Selatan menuju luar daerah, hingga ke Pelabuhan Belawan, Sumatera Utara, bahkan diduga sampai ke Pulau Jawa. Limbah yang dimaksud diyakini sebagai tailing hasil pertambangan yang mengandung Bahan Berbahaya dan Beracun (B3).

Koordinator Investigasi FORMAKI, Arif Sawitra, menyatakan bahwa aktivitas ini berlangsung secara diam-diam tanpa pengawasan resmi dari instansi berwenang. Limbah tambang diangkut menggunakan truk besar melintasi jalur Barat Selatan Aceh menuju perbatasan Lae Ikan (Aceh–Dairi), tanpa identifikasi limbah B3 dan tanpa pengawalan.

“Kalau tidak ada yang lindungi, tidak mungkin bisa lolos terus tiap minggu. Jalur lintas provinsi itu bukan jalan kebun,” kata Arif menyoroti indikasi keterlibatan oknum dan lemahnya pengawasan aparat.

Tak hanya itu, FORMAKI juga mencium adanya dugaan aliran dana bulanan kepada sejumlah pihak di Aceh Selatan. Dana ini diduga berfungsi sebagai bentuk pelicin agar aktivitas ilegal tersebut berjalan lancar, yang berpotensi sebagai praktik gratifikasi terselubung dan conflict of interest.

FORMAKI Soroti Pelanggaran Hukum

Dalam rilisnya, FORMAKI menyebutkan sejumlah potensi pelanggaran hukum, antara lain:

  • Pelanggaran Hukum Lingkungan: Aktivitas pengangkutan limbah B3 tanpa izin jelas melanggar PP No. 22 Tahun 2021 serta Permen LHK No. 10 Tahun 2020.

  • Kerugian Keuangan Daerah: Jika limbah yang diangkut mengandung nilai ekonomi, maka penjualannya secara ilegal dapat menyebabkan hilangnya potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD).

  • Penyelundupan SDA: Proses pengangkutan tanpa izin dan pelaporan resmi dapat dikategorikan sebagai penyelundupan sumber daya alam.

  • Tindak Pidana Korupsi: Dugaan aliran dana kepada pihak-pihak tertentu membuka peluang masuknya unsur gratifikasi dan pelanggaran etik pejabat publik.

Tuntutan dan Tindak Lanjut

Sebagai bentuk respons, FORMAKI telah mengambil sejumlah langkah:

  1. Mengajukan permintaan informasi resmi kepada DLH Aceh, DLH Aceh Selatan, dan Dinas ESDM Aceh.

  2. Mendorong audit distribusi dan manifest limbah melalui sistem SIDIK dan SPARING Kementerian LHK.

  3. Menuntut klarifikasi publik dari pihak-pihak yang memiliki relasi finansial dengan pemilik tambang dan pembeli limbah.

  4. Menyusun laporan resmi kepada Gakkum KLHK, KPK RI, serta lembaga pengawas independen lainnya.

Seruan kepada Publik dan Aparat

FORMAKI menyerukan agar aparat penegak hukum segera bertindak dan tidak tinggal diam. Dukungan dari masyarakat sipil, aktivis lingkungan, dan media sangat penting untuk mengawal isu ini agar tidak berlarut-larut.

“Pengelolaan sumber daya alam yang sehat hanya bisa terwujud melalui transparansi, pengawasan publik, dan penegakan hukum yang tegas,” tutup Arif Sawitra.

Penulis: Julian GeryEditor: Redaksi
  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *