236 Milyar Sisa APBK Aceh Selatan 2024 Kemana Raibnya?

  • Bagikan

Banda Aceh |SaranNews.Net  – LSM FORMAKI kembali menyoroti kejanggalan besar dalam pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Aceh Selatan Tahun Anggaran 2024. Berdasarkan hasil telaah atas dokumen resmi dan LKPJ Pemerintah Daerah, ditemukan bahwa dari total alokasi anggaran sebesar Rp1,602 triliun, hanya terealisasi Rp1,366 triliun. Artinya, terdapat selisih atau dana tak terserap sebesar Rp236 miliar.

Ironisnya, dana sebesar itu tidak dimanfaatkan untuk menutup defisit anggaran tahun 2023 yang mencapai Rp142,8 miliar, maupun utang belanja sebesar Rp122,52 miliar yang hingga kini belum jelas status pelunasannya. FORMAKI menilai, situasi ini sangat tidak lazim dan mengindikasikan potensi penyimpangan serius dalam pengelolaan keuangan daerah.

“Di tengah beban defisit dan utang, mengapa justru ada dana ratusan miliar yang tidak digunakan? Ini bukan sekadar soal efisiensi rendah, ini adalah sinyal bahaya,” tegas ketua FORMAKI Ali Zamzami dalam rilis tertulis yang diterima Redaksi SaranNews.Net, Senin 5 Mei 2025.

Berdasarkan hasil analisis FORMAKI, terlihat bahwa Alokasi APBD 2024 Rp 1,602 triliun, realisasi APBD 2024: Rp 1,366 triliun, dana tidak terserap (SiLPA): Rp 236 miliar, defisit tahun 2023: Rp 142,8 miliar, dan utang belanja tahun 2023 Rp 122,52 miliar. 

“Ini artinya APBD 2024 tidak mengalami defisit secara realisasi, melainkan justru menyisakan sisa anggaran (SiLPA) sebesar Rp236, dengan Defisit 2024 tidak terjadi (surplus/sisa anggaran Rp236 miliar), lalu adanya sisa anggaran tersebut dianggap tidak wajar dalam konteks kondisi defisit tahun sebelumnya dan beban utang yang belum dibayar, sehingga patut dicurigai terjadi ketidakwajaran atau potensi kebocoran,” jelas Ali Zamzami.

Lebih lanjut Ali Zamzami menjelaskan dengan adanya  selisih dana tersebut berpotensi besar disebabkan oleh maladministrasi dan pembatalan kegiatan secara sepihak, penyusunan anggaran yang tidak realistis (overbudgeting),kegiatan fiktif atau penggelembungan harga (mark-up), hingga kemungkinan dana diparkir di luar kas daerah melalui rekening pihak ketiga.

“Lalu kemudian siapa yang bertanggung jawab secara administrasi maupun hukum atas kehancuran keuangan Kabupaten Aceh Selatan selama periode 2023–2025?, ini harus dijawab berdasarkan prinsip pertanggungjawaban jabatan, tanggung jawab kolektif kelembagaan, dan asas legalitas dalam hukum keuangan Negara,” lanjut Ali Zamzami.

Ali Zamzami menambahkan kesalahan ini diduga terjadi akibat penyusunan dan pelaksanaan APBK tahun 2023 yang akhirnya menimbulkan  defisit Rp142,8 miliar dan utang belanja Rp122,52 miliar, termasuk utang BLUD RSUD Yulidin Away Rp50 miliar.

Begitupun, sebut Ali Zamzami meskipun tahun anggaran 2023 terjadi defisit, parahnya lagi APBK 2024 tetap disusun dan dijalankan dengan pola defisit tanpa penyesuaian atas krisia keuangan yang terjadi.

“Pertanggungjawaban administratif melekat karena tidak memperbaiki kondisi keuangan yang diwarisi, dan potensi tanggung jawab hukum muncul bila terbukti membiarkan atau mengesahkan pengeluaran tak sah,” ujar Ali Zamzami.

Masih menurut Ali Zamzami, sejak Februari 2025 Bupati terpiluh H.Mirwan dan  Baital Muqaddis baru menjabat sudah  mewarisi kehancuran fiskal, namun mulai terikat tanggung jawab pada penyusunan kebijakan APBK Perubahan 2025 dan tindakan-tindakan korektif.

“Tanggung jawab penuh terhadap defisit anggaran diduga dilakukan pada masa pemerintahan Tgk.Amran dan  Pj. Bupati Syazalisma baik secara perencanaan dan pelaksanaan anggaran” tutup Ali Zamzami.[]

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *